Kasus GKI Yasmin: “Denial of Fair Public Trial”

JAKARTA, PGI.OR.ID – US Department of State Human Rights Report-Indonesia, pada 25 Juni 2015 mengeluarkan laporan situasi Hak Asasi Manusia di Indonesia, 2014.  Dimana di dalamnya, ada beragam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia yang direkam sepanjang 2014, termasuk kasus GKI yasmin.

Dalam laporan itu disebutkan bahwa kasus GKI Yasmin masuk dalam pelanggaran HAM dengan kategori: “Denial of Fair Public Trial” (halaman 9 dan 10, dalam dokumen tersebut).

Kutipan dari dokumen tersebut terkait kasus GKI Yasmin menyebutkan: “At times local authorities did not respect court orders, and decentralization created additional difficulties for the enforcement of these orders. For example, local authorities in the city of Bogor continued to disregard a 2010 Supreme Court decision related to a construction permit for GKI Yasmin Church. In April Bogor’s new mayor, Bima Arya Sugiarto, promised to resolve the issue and stand up to religious hardliners, but as of year’s end the congregation had not been allowed to resume construction”.

(Dalam masa ini, otoritas lokal tidak mematuhi perintah pengadilan dan desentralisasi menambah tingkat kesulitan dalam penegakkan perintah-perintah pengadilan ini. Contohnya, pemerintah kota Bogor terus saja mengabaikan putusan Mahkamah Agung di tahun 2010 terkait dengan perizinan bangunan gereja GKI Yasmin. Pada bulan April, Wali Kota baru Bogor, Bima Arya Sugiarto, berjanji akan menyelesaikan persoalan ini dan akan menghadapi kelompok intoleran berbasis agama namun hingga akhir tahun jemaat tetap tidak diizinkan melanjutkan pembangunan gereja)

Atas adanya laporan ini, jemaat GKI Yasmin berharap bahwa Pemerintah pusat di bawah Presiden Joko Widodo akan dapat mengingatkan Wali Kota Bogor akan tanggung jawabnya untuk mematuhi hukum dan konstitusi.

“Selama bertahun-tahun, ada ketidakpatuhan pemerintah daerah dalam soal GKI Yasmin, dimulai sejak masa Wali Kota sebelumnya, Diani Budiarto. Ketidakpatuhan pemerintah daerah ini dibiarkan oleh Presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono selama bertahun-tahun, dengan dalih bahwa urusan Izin Mendirikan Bangunan adalah kewenangan pemerintah daerah. Kami berharap Presiden yang baru, Bapak Joko Widodo akan berani mengkoreksi kesalahkaprahan warisan Presiden SBY ini,” kata Bona Sigalingging, Juru Bicara GKI Yasmin

Selanjutnya Bona menegaskan, kasus yang dialami jemaat GKI Yasmin bukan lagi soal perizinan IMB. Ada yang secara sengaja secara terus menerus mengaburkan fakta adanya putusan Mahkamah Agung, juga Ombudsman RI terkait GKI Yasmin. Ketika sudah ada putusan yang tidak dilaksanakan, maka ini menjadi soal pembangkangan kepala daerah terhadap putusan Mahkamah Agung RI, dan juga Ombudsman RI. Masalah pelaksanaan putusan MA dan Ombudsman tidak dapat diserahkan pada kemauan bebas kepala daerah, untuk patuh atau tidak patuh.

“Siapapun kepala daerahnya, termasuk sekarang Bima Arya di Bogor, harus diingatkan bahwa kepala daerah tidak berdiri di atas hukum nasional, dan bahwa kepala daerah bukan raja kecil yang bisa abai terhadap putusan lembaga tinggi negara seperti Mahkamah Agung, ataupun dapat abai terhadap Ombudsman RI,” katanya.