- JOMBANG,PGI.OR.ID-Training penggerak perdamaian hasil kerjasama PGI bersama Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jombang memasuki hari kedua. Menurut urutan dalam modul yang sedang dilatihkan kepada anak-anak muda ini, hari kedua mereka akan mengalami perjumpaaan dengan keberagaman yang ada di Jombang dan sekitarnya. Panitia training menyiapkan 3 perjumpaan, yang pertama ke Tebu Ireng, lebih tepatnya di makam presiden ke – 4 RI, Abdurrahman Wahid atau kita akrab memanggilnya dengan nama Gus Dur.
Di makam Gus Dur, seluruh peserta berdoa bersama-sama dengan cara berbeda dari masing-masing agama. Peserta juga membawa lilin dari Klenteng Hong San Kiong Gudo dan dupa yang dengan cepat baunya semerbak di kompleks makam Gusdur. Peserta juga secara spontan bernyanyi lagu Indonesia Raya serta ditutup dengan lagu Padamu Negeri. Aksi ini menjadi perhatian para peziarah, karena kejadian seperti ini tidak lazim terjadi pada peziarah di makam Gusdur.
Tetapi seluruh peserta, fasilitator dan panitia mempercayai bahwa kecintaan Gus Dur akan tanah air sangat besar, sehingga menyanyikan lagu-lagu tersebut adalah sekaligus meneguhkan kecintaan para peserta training pada tanah air, seperti yang diteladankan oleh Gusdur.
Seluruh peserta kemudian bergerak ke salah satu situs gereja tertua di Jawa Timur, GKJW ( Gereja Kristen Jawi Wetan) Mojowarno. Peserta, fasilitator dan panitia dimanjakan dengan arsitektur yang memukau pada gereja. Tidak sabar, peserta training segera mengabadikan foto-foto di dalam gereja, tidak sedikit dari mereka belum pernah masuk ke gereja, terutama bagi peserta yang beragama Islam. Swafoto menjadi andalan mereka dan mereka unggah ke akun media sosial mereka.
Tidak lama, seluruh “tamu” di GKJW dijamu makan siang di aula gereja. Keramahan dan kehangatan pihak Gereja sangat mengena di benak para peserta. Diskusi singkat di lakukan kembali di gedung gereja, dalam diskusi tersebut Kapolsek Mojowarno hadir dan turut mengapresiasi kegiatan yang dilakukan. Setelah puas mengabadikan moment di GKJW Mojowarno, para peserta kembali menuju ke tempat selanjutnya.
Tujuan akhir dari perjumpaan ini adalah sebuah Pura kecil di daerah Ngepeh, Ngoro, Jombang. Seluruh peserta disambut dengan kehangatan dan kesederhanaan dari pihak Pura. Dalam diskusinya, peserta mengetahui betapa sulit bagi warga Hindu untuk mendapatkan pendidikan agama Hindu di Kabupaten Jombang. Beruntung mereka memiliki pak Sutrisno, pemimpin Pura yang memiliki kepedulian agar generasi muda Hindu di Jombang terus bertumbuh keimanannya.
Dalam satu minggu, jadwalnya penuh mengajar di seluruh Jombang. Dari Pura Amarta Buana, seluruh peserta belajar keteguhan iman di tengah-tengah keengganan Pemda Kabupaten Jombang menyediakan fasilitas bagi pemenuhan hak warga Hindu.
Hari kian sore, setelah ritual wajib berfoto, seluruh peserta kembali ke Klenteng. Sesudah makan malam, peserta diantar panitia ke rumah-rumah tempat mereka live in untuk mengalami perjumpaan yang lebih dalam. Refleksi tertulis para peserta akan dipilah dan bisa dibagikan kepada publik. Karena dalam training ini, menuliskan refleksi pengalaman adalah wajib hukumnya, agar makin banyak orang tahu bahwa keberagaman itu indah, dan layak untuk dirayakan. (Penrad Siagian)