Indonesia: Pluralisme dalam Ancaman

PGI – Jakarta. Pluralisme di Indonesia dalam ancaman dan hampir seluruh komunitas agama dan kepercayaan yang berbeda mengalami dampaknya. Ahmadiyah, Islam Shiah dan Sufi, Kristen-baik Protestan dan Katolik, seperti halnya Budha, Hindu, Kong Hu Cu, Bahai, dan penganut kepercayaan lokal (agama suku), bahkan orang-orang yang tidak beragama, terancam diperlakukan secara intoleran. Kalau hal tersebut dibiarkan saja, maka setahap demi setahap, para Muslim yang pluralis juga berada di bawah ancaman, seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman Jaringan Islam Liberal, dan serangan Islam radikal pada femisnis Muslim Kanada, Irshad Manji (9/5/2012).

Kenyataan tersebut telah diteliti secara seksama oleh Benedict Rogers, Koordinator Tim untuk Asia Timur dari Christian Solidarity Worldwide (CSW). Rogers menuangkan hasil penelitiannya dalam sebuah buku berjudul: Indonesia: Pluralism in Peril. Dalam kesempatan memaparkan hasil penelitiannya di beberapa wilayah Indonesia, PGI dan ICRP (Indonesia Conference on Religion and Peace) mengundang Rogers membahas persoalan tersebut dalam sebuah diskusi. Acara diskusi tersebut berlangsung di KBRH, Utan Kayu, Jakarta, Selasa (3/6/2014).

Indonesia, negara Muslim terbesar di dunia, memiliki tradisi yang panjang tentang pluralisme dan kerukunan antaragama, dan secara luas dihargai dunia atas keberhasilannya dalam transisi pemerintahan dari otoriter menuju demokrasi. Namun demikian, bangkitnya intoleransi antaragama menghancurkan pencapaian ini dan merupakan sebuah ancaman yang tidak hanya tertuju bagi agama-agama minoritas melainkan terhadap seluruh rakyat Indonesia yang menghargai demokrasi, hak asasi manusia, perdamaian dan stabilitas.(http://www.nytimes.com/2012/opinion/indonesia-rising-religious-intolerance.html)

Dalam tahun-tahun terakhir, berbagai jenis organisasi Islam radikal telah muncul dan meningkatkan pengaruh yang tidak seimbang pada proses pembuatan kebijakan dan juga pelaksanaan kebijakan itu sendiri. (Setara Institute, 2010)

Beberapa sumber CSW mengatakan bahwa terdapat ‘mayoritas yang diam’ yang tidak menyetujui meningkatnya ekstrimisme dan intoleransi, tetapi tidak melakukan apapun untuk menentangnya. Fajar Ul Haq mengatakan bahwa mayoritas orang Indonesia masih toleran, tetapi mereka melekat pada ‘toleransi yang pasif’. Uskup besar Katolik di Jakarta, percaya bahwa terjadinya ekstrimisme adalah sebuah peningkatan pengaruh pada perilaku sosial yang merujuk pada ‘intoleransi pasif’. Ahmad Suaedy, koordinator pusat Abdurahman Wahid untuk dialog ilntas iman dan perdamian di Universitas Indonesia, peneliti senior di Wahid Institute, menggambarkannya sebagai ‘mainstreaming’ intoleransi. Indonesia tidak terlihat telah bergerak dari dramatis, konflik antara agama skala besar seperti yang tercermin di Maluku dan Sulawesi Tengah lebih satu dasawarsa yang lalu di mana melibatkan gerakan siginifikan para jihadis dan dari kampanye bom teroris. Akan tetapi, sekarang intoleransi menjadi lebih berakar dan mengambil bentuk dari tindakan yang intensitas rendah menjadi lebih merata hampir keseluruh pelosok negeri, dan seakan-akan diskriminasi dan penganiayaan terjadi seperti bisa diterima umum termasuk kekerasan, undang-undang diskrimatif, serta ceramah yang penuh kebencian.

Dengan tetap menghargai peran yang sudah dilakukan pemerintah, namun banyak fakta menunjukkan bahwa beberapa menteri termasuk presiden sendiri tidaklah sungguh-sungguh merasa bersalah atas kelalaian atas meningkat situasi intoleransi sekarang ini. Bahkan di beberapa kesempatan mereka ternyata secara proaktif terlibat dalam membuat pernyataan-pernyataan yang berdampak pada intoleransi.

REKOMENDASI untuk pemerintah Indonesia:

  1. Mempromosikan dan melindungi tradisi pluralisme beragama seperti yang tertuang pada Pancasila dan UUD 1945.
  2. Menginvestigasi secara penuh kekerasan atas kebebasan beragama, termasuk kekerasan dalam penyerangan dan kampanye intimidasi yang berulang-ulang terhadap agama-agama minoritas, dan mengadili para pelaku kekerasan
  3. Memastikan bahwa aturan/hukum ditegakkan, dan keputusan pengadilan dihargai, diimplentasikan dan dijalankan
  4. Mencabut atau mengamendemen semua undang-undang dan peraturan lainnya yang kontra dengan UUD 1945 dan Pancasila, termasuk Perda-perda yang dipengaruhi oleh nilai-nilai agama tertentu.
  5. Bertindak segera untuk melindungi gereja dan komunitas Kristen dari kekerasan, intimidasi dan gangguan, dan mengijinkan pembangunan gereja-gereja yang telah mendapatkan izin melalui proses yang telah ditentukan.
  6. Bertindak segera untuk melindungi komunitas Islam Ahmadiyah, dan memastikan para pelaku kekerasan diadili.
  7. Bertindak segera untuk melindungi komunitas Islam Shiah dan memastikan para pelaku kekerasan diadili.
  8. Bertindak segera untuk melindungi komunitas Islam Sufi, dan memastikan para pelau kekerasan diadili.
  9. Bertindak segera untuk melindungi seluruh agama lain, termasuk para penganut kepercayaan lokal dan orang-orang tidak secara khusus berkeyakinan atau para ateis.
  10. Mempertimbangkan untuk melakukan amandemen atau pencabutan undang-undang penistaan agama dan undang-undang tentang bidah, termasuk mengklarifikasi definisi-definisi, dan menguatkan persyaratan-persyaratan pembuktian maksud dan fakta-faktanya.
  11. Memastikan pengakuan, perlindungan dan hak yang setara bagi seluruh bentuk agama dan kepercayaan, theistik, atheis dan non theistik, seperti yang tertuang dalam pasal 18 dari Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia termasuk kepada yang di luar dari enam agama yang telah diakui negara;
  12. Menghapus kolom agama pada kartu tanda penduduk, seperti yang direkomendasikan Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial dan reviewnya mengenai Indonesia di bawah Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial pada 15 Agustus 2007.[1]
  13. Mendukung organisasi Islam, dan organisasi agama lain serta organisasi masyarakat sekuler yang bekerja mempromosikan pluralisme, harmoni dan kebebasan beragama, dan melawan radikalisme dan ekstrimisme
  14. Merevisi kurikulum pendidikan agama di sekolah-sekolah, dan memastikan baik para penganut agama dan kepercayaan yang belum diakui secara resmi oleh negara untuk bebas mempraktekkan kepercayaan mereka masing-masing dan tidak dipaksa untuk mengikuti pelajaran dan mempraktekkan agama lain. Dan menodorong agar kurikulum pendidikan mengajarkan prinsip keragamaman agama-agama di Indonesia secara seimbang dan secara akurat, yang meningkatkan saling pengertian
  15. Menginvestigasi dan mempublikasikan informasi mengenai pengaruh dari bantuan asing ding (termasuk pendanan) dari sumber-sumber yang terindefikasi intoleran dan elemen-elemen Islamis lain, secara khusus dari Arab Saudi, Yaman, Mesir, Iran, Pakistan. Dan mengambil langkah-langkah transparansi terkait syarat beasiswa, dan jumlah mahasiswa yang dikirim keluar negeri untuk belajar. Serta memperjelas penyumbang luar negeri untuk masjis, pesantren dan institusi agama lainnya di Indonesia
  16. Mengangkat seorang Kapolri yang memiliki komitmen yang jelas terhadap kebijakan yang toleran terhadap penghasutan menuju kekerasan atau tindakan kekerasan
  17. Mengadopsi kebijakan di antara pemerintah yang memastikan bahwa tidak seorang pun yang telah diketahui terekam melakukan pidato atau tindakan-tindakan intoleran dan ekstrimis dapat memperoleh dana bantuan dari pemerintah atau diijinkan untuk mengikuti program-program di dalam insitusi pemerintah.
  18. Mempertimbangkan penerapan rekomendasi dari laporan-laporan Khusus PBB tentang kebebasan beragama atau berkeyakinan di Desember 2013 tentang manisfestasi kebencian Bersama Agama-agama[2]
  19. Mempertimbangkan penerapan ukuran non legislatif yang diajukan oleh Rabat Plan of Action on The Prohibition of Advocacy of National, Racial or Religious Hatred that Constitutes Incitement to Discrimination, Hostility or Violance, yang diadopsi oleh Laporan Khusus PBB tentang kebebasan beropini dan berekspresi; kebebasan agama atau keyakinan, dan rasisme, diskriminasi rasial, xenofobia dan intolreansi yang terkait, di Rabat, Maroko, 5 Desember 2012,[3]
  20. Mempertimbangkan pembatalan para kandidat legislator yang meningkatkan kebencian dan intoleransi selama kampanye pemilu dan memberhentikan para pegawai yang meningkatkan kebencian dan intoleransi
  21. Meninjau ulang peranan Menteri Agama dan pengaruh MUI dalam pembuatan kebijakan, memastikan bahwa fungs-fungsi mereka konsisten dengan konstitusi dan Pancasila;
  22. Menyampaikan surat undangan resmi kepada UN Special Rapportteur on freedom of religion or belief untuk mengunjungi Indonesia[4]
  23. Mengimplementasikan rekomendasi-rekomendasi Komisioner Tinggi PBB tentang Hak-hak asasi manusia mengenai menghormati kebebasan beragama dan berkeyakinan[5]
  24. Mengimplementasikan rekomendasi-rekomendasi Komite HAM PBB dengan tetap menghargai pencapaian Indonesia dengan Perjanjian Internasional tentang Hak-hal Sipil dan politik[6]
  25. Memastikan bahwa semua rekomendasi yang telah diterima oleh pemerintah Indoensia selama Universal Periodic Review oleh PBB di tahun 2012 diimplementasikan, tetapi tidak terbtas mengkuti perkembangan atas rencana aksi nasional yang mampu diimplemasikan dengan jaminana perlindungan penuh pada kelompok-kelompok yang mudah diserang; sebuah review mengenai hukum dan kebijakan yang ada; dan pencabutan atau amandemen jika diperlukan untuk memastikan kesesuaian hukum dan kebijakan ini dengan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, sesuai dengan konstitusi Indonesia dan obligasi internasionalnya; langkah-langkah untuk memastikan bahwa seluruh kementerian mengatur kehidupan beragama, seperti halnya kebijakan-kebijakan daerah terkait dengan agama adalah dalam kesesuaian dengan Hukum HAM internasional; pendirian kursus-kursus pelatihan dan kampanye-kampanye bagi para pegawai provinsi dan kota tentang menghargai peranan hukum dan dengan hormat melindungi kebebasan beragama dan hak-hal lainnya dari anggota kelompok agama-agama; aksi legislatif termasuk penuntutan tindakan kekerasan dan hasutan kebencian terhadap seluruh agama-agama minoritas; penggiatan upaya-upaya untuk langkah-langkah yang diperlukan untuk menghentikan kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok agama.

Catatan kaki:

[1] Rekomendasi lengkap lihat http://www2.ohchr.org/english/bodies/cerd/docs/CERD.C.IDN.CO.3.pdf

[2] UN General Assembly, Human Right Council 25thSession, report of The Special Rapporteur on freedom of religion or belief, Heiner Bielefeldt, 26 Desember 2013, http://www.ohchr.org/EN/HRBodies/HRC/RegularSession/Session25/Document/A-HRC-25-58_en.doc

[3] UN Office of the High Commissioner for Human Right, Rabat Plan of Action on the prohibition of advocacy of national, racial or religious hatred that constitutes incitement to discirmination, hostility or violance http://www.un.org/en/preventgenocide/adviser/pdf/Rabat_draft_outcome.pdf

[4] Seperti yang telah direkomenasikan oleh Komisioner HAM PBB dalam suratnya kepada Menteri Luar Negeri Indonesia tangal 26 April 2011

[5] UN Office of the High Commissioner for Human Right, ‘Opening remarks by UN High Commissioner for Human Right Navi Pillay pada temu media selama kunjungannya di Indonesia’, 13 November 2012 http://www.ohcr.org/EN?NewsEvents/Pages/DisplayNews.aspx?NewsID=12781&LangID=E

[6] Centre for Civil and Political Rights, Overview of the 18th session of The Human Right Committee http://www.ccpcentre.org/publication/overview-of-the-sessions/108-session-overview/

Editor: Boy Tonggor Siahaan

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*