Impor Pangan Tidak Sejalan dengan Semangat Nawa Cita

JAKARTA,PGI.OR.ID-Impor pangan, jika melihat Undang-Undang tentang Pangan atau Undang-Undang Perdagangan, memang dibolehkan dengan beberapa persyaratan. Tapi bila mencermati impor gula yang akan dilakukan pemerintah, kebijakan tersebut tak sesuai apa yang disyaratkan UU. Kebijakan impor gula, jelas-jelas tidak pro pada pemberdayaan petani gula. Bahkan memukul petani dan pelaku usaha gula di dalam negeri.

“Impor pangan memang dibolehkan oleh UU, tapi dengan beberapa persyaratan antara lain kurangnya kecukupan produksi dalam negeri dan kurangnya cadangan pangan pemerintah, serta tidak boleh merugikan petani tebu dan pelaku usaha nasiona gula,” kata Gunawan Direktur Eksekutif Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), di Jakarta, Jumat, 3 Juni 2016.

Tapi kata Gunawan, terkait impor gula, problemnya tidak jelas siapa menteri yang bertanggungjawab atas kecukupan produksi dan cadangan pangan. Serta siapa yang bertanggung jawab terkait dengan cara menghitungnya. Sehingga yang terjadi, antar menteri sikapnya tidak sinkrin.

“Yang terjadi kan  tidak singkron antar menteri dalam hal ini Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan dan Menteri BUMN,” kata Gunawan.

Gunawan sendiri berpendapat, impor pangan khususnya gula akan menimbulkan persoalan bagi petani tebu dan pelaku usaha gula di Indonesia.  Artinya impor pangan khususnya gula tidak sesuai dengan kaidah pembatasan impor pangan sebagaimana diatur UU Pangan, UU Perdagangan dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

“Secara politik, menunjukan kebijakan yang tidak pro pemberdayaan petani tebu dan pelaku usaha gula baik swasta atau BUMN,” ujarnya.

Jadi kata Gunawan, impor gula lebih mencerminkan cara pandang liberalisasi pangan ala WTO daripada cara pandang berdikari ala Nawa Cita Jokowi. Sebagai Presiden, Jokowi mestinya tegas, menyetop itu. (AS)