Ikonografi: Kesenian yang Memperkaya Liturgis Gerejawi

PGI – Jakarta. Dibandingkan dengan Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks, Gereja Protestan masih kurang memanfaatkan ikonografi dalam liturgis gerejawi, padahal sesungguhnya ikonografi sangat melekat dalam tradisi Gereja di abad-abad permulaan munculnya Kekristenan. Terkait ikonografi tersebut, baru-baru ini Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) menyelenggarakan Pameran dan Seminar tentang ikonografi, 24-26 April 2014. Kegiatan yang digagas LAI dan Gereja Ortodoks Indonesia St. Thomas Rasul dan didukung Pusat Kebudayaan Rusia memberi daya tarik tersendiri, membuka dan memperkaya wawasan para pengunjung.

Fransiskus Borgias M, dosen filsafat Universitas Katolik Parahyangan mengatakan, “sejak dulu dalam sejarah Kristianitas, ikonografi berfungsi sebagai kesenian liturgis yang mengacu kepada dokumentasi historis melalui gambar atau lukisan representatif.”

Borgias yang menjadi salah satu pembicara dalam seminar tersebut memaparkan sejumlah ikon dalam tradisi Katolik, khususnya tiga ikon paling utama, yaitu Bunda Maria, Tuhan Yesus, dan para Orang Kudus.
Ikon Bunda Maria
Bunda Maria adalah salah satu objek utama dalam ikonografi Katolik. Salah satu peristiwa dalam kehidupan Bunda Maria yang paling sering digunakan sebagai objek lukisan adalah peristiwa annuntiatio (kabar gembira).
“Gambar annuntiatio banyak ditemukan dalam manuskrip dan buku doa harian,” kata Borgias. Lebih lanjut Borgias memaparkan tiga ekspresi Maria saat berhadapan dengan Malaikat Gabriel, “ada tahap terkejut dan gelisah, tahap tidak atau sulit percaya, dan akhirnya tahap pasrah menerima.”
ikonografi 4

Ikon Tuhan Yesus
Borgias mengatakan sosok Yesus adalah sosok yang juga sangat sering muncul dalam gambar kudus. Dalam ikonografi, biasanya Yesus digambarkan sebagai Guru, Pengkhotbah, Pemimpin, Penyembuh, Hakim, Sosok yang mencintai anak-anak, Bayi yang baru lahir, Manusia yang menderita, mati, disalibkan, bangkit, dan naik ke surga.
ikonografi 3
Ikon Orang Kudus
Orang Kudus memiliki peran penting dalam tradisi Katolik sehingga turut menjadi objek ikon yang paling sering muncul. “Kebanyakan lukisan hidup para Orang Kudus dibuat dalam bentukaltarpieces, yaitu hiasan altar yang menjadi latar belakang altar atau bagian depan altar bawah,” kata Borgias.
ikonografi 1

 

Ikon, Kitab Suci Kaum Miskin
Mengutip pernyataan Gregorius Agung, Borgias memaparkan bagaimana ikon memiliki peran didaktik, terutama bagi kaum miskin. Borgias mengatakan, “menurut Gregorius Agung, tulisan adalah bagi orang yang melek huruf. Sedangkan melalui gambar, orang yang tidak bisa membaca dapat memahami apa yang harus diperbuat ketika melihat gambar.”
Berdasarkan pandangan Gregorius Agung, Borgias menyimpulkan “gambar-gambar ikon telah berperan dalam pendidikan bagi orang-orang yang buta huruf agar mereka mengerti kisah-kisah dan dengan demikian mampu memelajari apa yang terjadi.”
“Itulah sebabnya, gambar-gambar itu adalah kitab suci bagi kaum miskin, atau disebut biblia pauperum,” ungkap Borgias.
Perspektif Protestan Memandang Ikonografi
Sekarang mari kita lihat bagaimana perspektif Protestan memandang ikonografi? Pdt. Joas Adiprasetya, pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI) Pondok Indah mengemukakan pandangannya sebagai seorang Calvinis (Kristen Protestan berpedoman ajaran Johannes Calvin) yang hidup pada abad ke-21 mengenai ikonografi.
Joas menyadari bahwasanya ikonoklasme, yaitu gerakan penghancuran ikon, kerap dikaitkan dengan Protestantisme. Ia juga mengungkapkan bahwa semua gerakan ikonoklasme mengakarkan diri pada larangan pemakaian imaji yang tertulis dalam kitab Keluaran 20:45 dan Imamat 19:4.

Ia bahkan menggambarkan bagaimana Calvin mengambil jalur finitum non capx infiniti(yang terbatas tak mampu menampung yang tak terbatas) sehingga meradikalisasi perbedaan antara Pencipta dan ciptaan. Sebab itu menurut Joas, Calvin menganggap semua ibadah kepada Allah harus bersifat spiritual.

Hal tesebut membuat Calvin selalu curiga terhadap semua hasil karsa batin manusia karena dianggap menjadi sanggar bagi manusia untuk menciptakan idol-idol.

Namun demikian, Joas juga mengakui bahwa dalam proses pembelajarannya, ia banyak dipengaruhi pandangan para Bapa Gereja juga para teolog kontemporer dari Orthodox. Hal ini menjadi salah satu alasan baginya untuk turut mempraktikkan bentuk devosi atau kehidupan spiritual yang menggunakan ikon dari tradisi Orthodox.

“Jadi ketika saya berdoa, atau apa yang orang Protestan sebut sebagai saat teduh, saya seringkali menggunakan ikon Andrei Rublev tentang Trinitas, yaitu ikon yang sangat menarik bagi saya. Ikon kedua yang juga sering saya gunakan adalah ikon Maria Ibu Yesus,” ia mengungkapkan.

Ikonoklasme, Usaha Meneguhkan Identitas Baru

Lebih lanjut Joas memaparkan pandangannya dengan mendasarkannya pada kesimpulan Willem van Assel tentang sejarah ikonoklasme di kalangan para reformator mula-mula.

Ia mengatakan ikonoklasme sesungguhnya merupakan “sebuah usaha meneguhkan identitas baru yang berbeda dari tradisi gereja lama mereka, yaitu Katolik, yang identitasnya direpresentasikan melalui ikon dan imaji religius.”

Sebab itu, van Assel akhirnya menyimpulkan bahwa wajah Protestantisme secara perlahan berubah dari iconoclast atau image-breaker (penghancur ikon) menjadi  image-maker (pembuat ikon). Protestan yang sebelumnya menolak penggunaan ikon seperti yang digunakan umat Katolik, mulai memunculkan ikon-ikon kontemporer.

Sebab itu, dalam akhir pemaparannya Joas membuat suatu kesimpulan teologis.

“Protestantisme yang mulai belajar menghargai kembali ikonografi dapat tetap mempertahankan sikap kritisnya dengan membarenginya dengan sikap yang terbuka dan murah hati pada praktik spiritual yang berbeda,” pungkas Joas.

ikonografi 2Pameran dan Seminar Ikon ini digelar dalam rangka memperingati Yubileum 60 tahun pelayanan LAI dan 25 tahun keberadaan Gereja Orthodox di Indonesia (GOI). Dalam sembutannya, Pengurus LAI menyambut baik pameran Ikon yang digelar di Bible Center LAI, mengingat gedung ini adalah pusat  pembelajaran Alkitab bagi masyarakat Indonesia yang ingin mendalami Alkitab, termasuk Ikon.

Pameran Ikon ini menampilkan lebih dari 50 buah ikon. Pada dasarnya ikon yang ditampilkan adalah ikon yang pada umumnya ada di dalam Gereja Orthodox dan di dalam setiap rumah tangga orang Rusia, penganut Orthodox. Ikon yang berada di Rusia merupakan ikon yang dikirimkan dari Byzantium, Yunani, bersamaan dengan datangnya agama Kristen.

Dalam pameran ini, selain memamerkan ikon-ikon, juga disajikan naskah dan kitab yang dicetak pada zaman kuno serta sejumlah kerajinan tangan seni Rusia.

Animo masyarakat yang hadir dalam pembukaan pameran tersebut cukup besar. Bagi masyarakat Indonesia, Ikon Gereja Orthodox merupakan hal yang baru, karena tidak semua orang mengetahui Ikon-ikon tersebut, meskipun saat ini merupakan era Internet, dimana sebagian informasi dapat ditemukan. Ikon adalah gambar Yesus, Bunda Maria, serta orang-orang kudus dan menggambarkan peristiwa-peristiwa dari kehidupan mereka. Ikon merupakan jendela dan media komunikasi bagi hamba dan Tuhan-Nya.

(Sumber: satuharapan.com; alkitab.or.id)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*