Ibadah Syukur Pelantikan Pdt. Dr. A.A. Yewangoe

Ibadah Syukur Pelantikan Pdt. Dr. A.A. Yewangoe

JAKARTA,PGI.OR.ID-Ketua Majelis Pertimbangan PGI Pendeta Dr. A.A. Yewangoe resmi dilantik sebagai Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKPPIP) oleh Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (7/6). Usai pelantikan, MPH-PGI melaksanakan ibadah syukur di lantai 3 Ruang Kapel, Grha Oikoumene, Jakarta.

Dalam khotbahnya, Pendeta Cornelis Wairata mengungkapkan, keberadaan Pendeta Yewangoe dalam unit ini adalah momentum yang baik untuk membangun bangsa di tengah adanya tantangan berat terhadap Pancasila. “Ini waktu Tuhan, karena Dia yang mengatur,” tandasnya.

Bendahara PGI Pnt. Ivan Rinaldi memotong nasi tumpeng dan menyerahkan potongan tersebut kepada Pdt. Yewangoe
Bendahara PGI Pnt. Ivan Rinaldi memotong nasi tumpeng dan menyerahkan potongan tersebut kepada Pdt. Yewangoe

Mewakili MPH-PGI Pendeta Krise Anki Rotti-Gosal dalam sambutannya menyatakan, turut bersukacita, dan melihat kepercayaan yang diberikan bukanlah sesuatu yang kebetulan, tetapi berdasarkan rekam jejak yang telah ditorehkan oleh Pendeta Yewangoe. “Kami juga mengucap syukur, sekaligus artinya ada harapan dari negara, khususnya dari Presiden, untuk mempercayakan hal yang besar ini kepada Pak Yewangoe,” tandas Wasekum PGI ini.

Pendeta Krise juga menyampaikan ucapan selamat dari gereja-gereja kepada Pdt Yewangoe melalui pesan singkat yang diterimanya.

Pdt. Krise Anki Gosal saat menyampaikan sambutan
Pdt. Krise Anki Gosal saat menyampaikan sambutan

Sementara itu dalam dalam sambutannya,  Pendeta Yewangoe menjelaskan, unit kerja ini bertugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan.

“Tapi yang pasti adalah menciptakan suasana Pancasilais di dalam setiap lingkungan, dan disadari kita tidak boleh lagi terjebak pada P4, karena P4 sangat bersifat doktriner dan formalistik. Dalam rapat pertama tadi saya memberikan contoh suasana yang tidak Pancasilais adalah ketika ada seorang kepala sekolah di Sumatera Barat yang tidak memberi izin kepada muridnya yang non Muslim untuk membacakan Pembukaan UUD 45  hanya karena takut nama Allah itu disebut. Apa yang saya sampaikan langsung disetujui oleh Syafii Ma’arif,” jelas Pendeta Yewangoe.

Pdt. Yewangoe saat menyampaikan sambutan
Pdt. Yewangoe saat menyampaikan sambutan

Menurutnya, upaya untuk menciptakan suasana Pancasilais haruslah dimulai dari hal yang paling sederhana. Dan, tidak bersifat dari atas, tetapi dia harus bertumbuh dari bawah. Sehingga pembinaan ideologi Pancasila itu benar-benar terhindar dari gaya P4.

Pendeta Yewangoe juga menegaskan, dalam rapat perdana yang dilakukan oleh UKPPIP juga ditekankan pentingnya komunitas, termasuk komunitas gereja, untuk menjadi saluran bagi terwujudnya suasana Pancasilais. “Dan karena saya dari pihak gereja pasti saya akan terus berhubungan dengan komunitas gereja,” tandasnya.

Figur Pendeta Yewangoe

Dalam ibadah syukur juga dibacakan tulisan yang dibuat oleh Sekum PGI Pendeta Gomar Gultom terkait figur seorang Pendeta Yewangoe.

“Salah satu hal menarik dari pemikiran dan perjuangan beliau adalah usahanya yang tak pernah henti untuk mengajak para pimpinan gereja berperan aktif dalam membangun keadaban publik di tengah ancaman perpecahan bangsa oleh karena tarikan-tarikan kepentingan sesaat dan sektarian. Untuk itu, beliau selalu mendorong umat dan pimpinan gereja keluar dari “getho”, dan bahu membahu bersama seluruh elemen bangsa lainnya yang memiliki kehendak baik dalam mempertahankan dan mensyukuri kemajemukan bangsa dalam terang bhinneka tunggal ika. Hanya dengan demikian gereja menunjukkan eksistensi dan kualitas dirinya sebagai warga Negara Indonesia yang utuh, dan bukan sebagai penumpang dalam Negara Republik Indonesia,” demikian tulisan yang dibacakan oleh Pdt. Cherly Naray.

Disebutkan pula, Pendeta Yewangoe sangat konsisten menyuarakan perlunya nilai-nilai Pancasila terus dirawat dan diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Dan, menurutnya, mestinya adalah tugas negara untuk itu. Kealpaan Negara dalam merawat dan menegakkan nilai-nilai Pancasila, adalah sebuah kejahatan konstitusional. Dan gereja, harus menyuarakan ini, apapun resiko dan harga yang harus dibayar untuk itu.