PGI.OR.ID – Gereja kristen protestan dengan jumlah umat terbesar di Asia Tenggara yang secara populer dikenal sebagai gereja orang Batak, yaitu Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), melansir pernyataan penting. Gereja itu menolak salah satu praktik ritual budaya Batak yang dalam beberapa tahun terakhir telah dijadikan sebagai daya tarik pariwisata. Ritual itu adalah Mangalahat Horbo atau penyembelihan kerbau.
“Berdasarkan seminar dan lokakarya tentang Okultisme yang diprakarsai Komisi Teologi HKBP, maka dengan ini HKBP menolak dan tidak menyetujui praktik “Mangalahat Horbo”yang sudah dilakukan selama dua tahun terakhir oleh Pemkab Samosir melalui Dinas Parawisata Samosir, ” ucap Ketua Komisi Teologi HKBP, Pdt.Dr. Robinson Butarbutar, sebagaimana dikutip oleh portal berita setempat, samosirgreen.com.
Seminar dan lolakarya tersebut diselenggarakan pada hari Selasa (4/8) lalu di di Guest House Nomensen HKBP Distrik VII Samosir, Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Pernyataan HKBP Distrik VII Samosir tentang penolakan praktik Mangalahat Horbo berisi antara lain ketidak setujuan HKBP atas praktik itu karena mempertontonkan sadisme.
HKBP berpendapat bahwa jika tujuan pemerintah melakukan praktik Mangalahat Horbountuk mendatangkan wisatawan, justru praktik tersebut akan menghambat datangnya wisatawan karena para wisatawan tidak menyukai sadisme.
Menurut pernyataan tersebut, sesuai dengan RPP HKBP Bab III, pasal 1 point b, halaman 32 bahwa “Praktik Mangalahat Horbo” yang berhubungan dengan Okultisme adalah pelanggaran terhadap Titah I dan II.
Sedangkan alasan teologis lainnya, adalah Titah VI bahwa manusia harus menjaga kelangsungan hidup seluruh ciptaan Tuhan dan Markus 16:15 : Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah injil kepada segala mahluk.
Samosirgreen.com yang memberitakan hal ini pertama kali, mengutip juga pernyataan Kepala Departemen Marturia HKBP, Pendeta Marolop Sinaga, yang menilai pelaksanaan kegiatan budaya Mangalahat Horbo saat ini sudah menyimpang dari arti sebenarnya dibandingkan dengan ketika dilakukan oleh generasi masyarakat Batak sebelumnya. Menurut dia, pada masyarakat Batak generasi terdahulu, kegiatan Mangalahat Horbo adalah lomba ketangkasan pria untuk memotong kerbau. Dengan sekali potongan atau pukulan, lelaki yang tangkas dapat menyebabkan kerbau langsung mati.
Sedangkan Mangalahat Horbo pada masa kini, kata dia, adalah membunuh dengan cara menusuk, menikam dan melemparkan tombak kepada kerbau yang dilakukan beberapa orang. Ia mengatakan hal tersebut justru mempertontonkan penyiksaan yang sadis dan kekerasaan pada mahluk hidup yang juga ciptaan Tuhan.
“Saya yakin para turis dari Eropa, Asia yang rata-rata sudah maju pola pikirnya, tidak merasa tertarik dan tidak setuju dengan tindakan Mangalahat Horbo yang penuh penyiksaan dan tindakan kekerasan tersebut. Justru tindakan Mangalahat Horbo yang ada sekarang akan menghalangi turis untuk datang ke Kabupaten Samosir dan bukan sebaliknya. Untuk itu, mari kita pahami budaya yang sebenarnya tentang Mangalahat Horbo” kata Pdt.Marolop Sinaga.
Kepala Biro Jemaat Kantor Pusat HKBP, Pdt Nekson Simanjuntak, yang dikonfirmasi oleh satuharapan.com membenarkan adanya pernyataan HKBP Distrik VII mengenai penolakan terhadap Mangalahat Horbo. Dasar utamanya, menurut dia, adalah kekerasan dan sadisme dalam praktik Mangalahat Horbo. (satuharapan.com)