PGI – Jakarta. Stigma dan diskriminasi kepada orang-orang terpapar HIV dan AIDS masih kuat di masyarakat kita di Indonesia, sehingga kita membuat status yang berbeda dengan mereka. Apakah HIV dapat membuat status kita berbeda? Pdt. Krise Gosal (Sekretaris Eksekutif Departemen Perempuan dan Anak PGI) mengatakan: “Kita sama rendahnya di hadapan Tuhan, sehingga virus jenis apapun tidak dapat membuat status kita berbeda.” Hal ini disampaikan Pdt. Krise Gosal dalam rangka Malam Renungan AIDS Nusantara (MRAN) 2014 di Kapel Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta, Jumat (30/5/2014).
MRAN ini setiap tahun diperingati pada bulan Mei untuk mengenang mereka, saudara-saudari kita, yang berjuang dan bergelut melawan HIV di dalam tubuhnya. Tema yang diangkat adalah “Let’s Keep The Light on HIV“.
MRAN menjadi bentuk solidaritas dan kepedulian kita bahwa HIV dapat menyerang siapa saja dan kita perlu merangkul mereka yang sudah terlanjur terpapar HIV serta kita berjaga-jaga menghindari penularan virus tersebut kepada diri kita sendiri dan orang lain, khususnya keluarga dan orang-orang terdekat yang kita kenal.
Ecce (sapaan untuk Pdt. Krise Gosal) mengatakan bahwa peringatan MRAN ini gongnya memang tidaklah sehebat Hari AIDS Se-dunia (HAS) yang setiap tahun diperingati pada 1 Desember. Namun demikian, kita seringkali hampir melupakan MRAN dan kurang tanggap bahwa bahaya virus ini dapat menular setiap 6 detik kepada siapa saja tanpa memandang statusnya.
Ecce juga memapar tiga tujuan yang ingin dicapai dalam peringatan MRAN 2014 ini, antara lain:
- Meningkatkan solidaritas dan semangat untuk penanggulangan penyebaran HIV.
- Mempererat jejaring dalam upaya-upaya penanggulangan HIV.
- Meningkatkan solidaritas dan kepedulian kepada STH (Saudara Terinfeksi HIV). PGI mencoba menggalakkan istilah STH ketimbang ODHA (orang dengan HIV/AIDS).
Melalui MRAN ini, Panitia Bersama (PGI, Mission 21, Young Women Christian Association, Komunitas Berbagi Hidup, dan Persetia) berharap hal ini menjadi perwujudan akan adanya aksi nyata dan uluran tangan setiap orang yang tidak kenal lelah, untuk mendorong masyarakat memberikan hak-hak dalam kehidupan sosial, bermasyarakat, dan berkarya kepada mereka yang terpapar HIV dan AIDS. Hal itu hanya dapat dilakukan dengan tidak mengucilkan dan segala bentuk diskriminasi lainnya kepada mereka. Motto yang sering diucapkan adalah: Jauhi virusnya bukan orangnya.
Dalam acara MRAN 2014 ini, panitia menyuguhkan serangkaian acara antara lain:
- Pemutaran film pendek berjudul “Selalu Ada Jalan” yang terinspirasi kisah hidup seseorang remaja di sebuah lembaga rehabilitasi narkoba.
- Peluncuran dan Bedah Buku berjudul “AIDS dan Kita” yang menghadirkan narasumber Dr. Abraham Simatupang, Dr (Cand) Baby Jim Aditya, dan Catherine (seorang ibu yang terpapar HIV) serta dimoderasi Ita Siregar (salah satu editor buku tersebut).
- Fragmen teatrikal berjudul “Demi Bunda dan Demi Diriku Sendiri” yang mengisahkan seorang anak terpapar HIV dari ibunya dan ibunya terpapar HIV dari suaminya yang tertular melalui jarum suntik karena pemakaian narkoba yang tidak aman.
- Penyalaan lilin MRAN yang membentuk gambar pita HIV.
- Refleksi melalui kain perca di mana diceritakan semangat hidup seseorang yang terpapar HIV berjuang melawan HIV dan diskriminasi.
- Aksi Nyata 1000 untuk penggalangan dana bagi saudara-saudari kita yang masih terus berjuang dan bergeliat melawan HIV. Dana tersebut akan dimasukkan ke dalam rekening Positive Fund yang dikelola Komunitas Berbagi Hidup.
Acara MRAN 2014 ini dikemas dengan sangat apik dan membangkitkan solidaritas kita untuk melawan segala bentuk stigma dan diskriminasi. Karena itu, mari kita semua secara intens menyampaikan dan menyebarkan informasi untuk memperlakukan saudara-saudari kita yang terpapar HIV sebagai saudara dan sahabat.
Penulis: Boy Tonggor Siahaan
Be the first to comment