KUPANG,PGI.OR.ID-Menyiasati perubahan iklim global dan kerusakan lingkungan yang kian memprihatinkan, Gereja dipanggil untuk memberi pertanggungjawaban. Mengenai hal ini GMIT berkomitmen untuk menjadi gereja yang peduli pada alam dan keutuhan ciptaan.
Komitmen tersebut ditandai dengan langkah-langkah nyata. Setidaknya dalam 2 tahun terakhir ini GMIT mengkampanyekan dua program strategis yakni gerakan tanam air dan tanam pohon. Program ini diwajibkan di setiap lingkup baik jemaat, klasis maupun sinode. Secara khusus di bulan November tahun ini, MS GMIT telah menetapkan beberapa lokasi tanah milik gereja sebagai lokasi hutan gereja.
Pencanangan program hutan gereja tersebut berlangsung pada Minggu, 19/11-2017 berlokasi di jemaat Kalvari Bone Ana, klasis Kupang Barat di tanah seluas 2 hektar. Kegiatan diawali dengan kebaktian yang dipimpin Pdt. Elisa Maplani, M.Si. Dalam khotbahnya yang mengacu dari bacaan mazmur 104, ia mengajak jemaat untuk merawat alam ciptaan Tuhan sebagai wujud pengakuan manusia atas kemahakuasaan Allah demi kelangsungan hidup seluruh maklukh.
Ketua MS GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon hadir dalam kebaktian dan menyampaikan suara gembala. Ia mengatakan bahwa tantangan gereja masa kini adalah bagaimana memahami relasi yang tepat antara Allah, alam dan manusia sebagai sebuah rantai kehidupan.
“Seluruh kehidupan ini saling bergantung satu dengan yang lain. Sebelum menciptakan manusia, Tuhan Allah lebih dulu menciptakan makhlukh yang lain. Manusia diciptakan paling akhir. Karena itu manusia adalah adik. Ia butuh kakak-kakak ciptaan lainnya. Demikian juga sebaliknya. Sesama ciptaan saling membutuhkan satu dengan yang lain,” ungkap Pdt. Mery.
Mengacu pada keputusan sidang sinode XXXIII di Rote terkait komitmen GMIT terhadap pelestarian lingkungan maka di musim hujan tahun ini, Pdt. Mery menyerukan kepada seluruh warga GMIT untuk membuat jebakan-jebakan air.
“Bagaimana menyiasati ancaman kekeringan yang kian mencemaskan? GMIT komitmen pada beberapa hal yakni tanam air, hemat air dan panen air. Itu tugas kita bersama. Kalau hujan turun, jangan kasi tinggal itu air hujan meleleh pi laut. Tapi bikin lubang-lubang jebakan di kantor dan pastori sinode, klasis, jemaat, di rumah-rumah jemaat, di kebun dsb-nya,” pesan Pdt. Mery.
Kelanjutan dari program tanam air tersebut, MS GMIT pada 2017 ini mencanangkan program hutan gereja. Karena itu, Ketua MS GMIT menghimbau seluruh lingkup gereja baik di jemaat, klasis dan sinode untuk menjadikan kedua program ini tidak sekedar jargon tetapi menjadi bagian dari identitas GMIT.
“Kami menghimbau setiap jemaat dan klasis supaya ada dalam komitmen yang sama yakni setiap jemaat punya satu hutan gereja. Gerakan tanam air pada tahun 2016, kita lanjutkan dengan tanam pohon guna menghijaukan tanah Timor. Sehubungan dengan itu kami menghimbau agar gerakan menanam ini menjadi bagian dari identitas kita. Baiklah kita menjadi Gereja yang menanam dan masyarakat yang menanam,” kata Pdt. Mery.
Guna suksesnya program ini MS GMIT menggandeng pihak-pihak dari internal maupun eksternal gereja yakni unit-unit pembantu pelayanan seperti pemuda dan kaum bapak serta dinas terkait di pemerintah. Dinas Kehutanan provinsi NTT pada kesempatan ini memberi bantuan 600 anakan pohon berupa, mahoni, sukun, mangga, salam, dan lainnya.
Mewakili pemerintah, Kepala Bidang Rehabilitasi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Dinas Kehutanan Provinsi NTT Frans Fobia, mengapresiasi program GMIT dan berharap langkah ini diikuti oleh jemaat dan seluruh masyarakat NTT. (www.sinodegmit.or.id)
Be the first to comment