Sejak lebih setahun lalu izin diusahakan, namun terbentur penolakan sekelompok masyarakat (lihat http://www.rrimakassar.com/fbui-pangkep-tuntut-pemberhentian-pembangunan-rumah-ibadah-berkedok-rumah-tinggal.html). Pagi tadi sejumlah pimpinan GKSS dan pendeta-pendeta menuju Pangkep untuk mendoakan keadaan ini.
Latar belakang masalah rumah ibadah di kota Pangkep ini antara lain:
- 1960-an mulai ada komunitas Protestan di kota Pangkep: terutama pegawai, polisi, dan guru. Mula-mula sebagai cabang kebaktian Jemaat GKSS Maros, lalu kemudian menjadi jemaat, dan bahkan jemaat induk beberapa jemaat homebase militer di daerah Pangkep.
Kebaktian hari Minggu dapat berlangsung dengan difasilitasi para pejabat: Kepala Pengadilan, Kepala Kantor Telepon, Komandan Polisi, Bupati, dengan memakai beberapa tempat berpindah-pindah, termasuk asrama polisi dan kantor Bupati. - 1985: dibolehkan membangun gedung semi permanen untuk siswa Kristen (semua murid SD dan siswa SMP) dikumpulkan belajar agama dari pendeta, karena belum ada guru agama Kristen di sekolah.
- 1989 menjadi gedung gereja/pastori atas izin lisan Bupati;
- 2006: sidang sinode GKSS yang disetujui Bupati di lokasi terpencil di hutan milik balai kehutanan (di Tabotabo) terpaksa dipindahkan ke Makassar, karena diprotes kalangan Islam.
- 2011 ada izin lisan Bupati untuk renovasi tiang dan atap bangunan yang sudah keropos dimakan rayap.
- Agustus 2011 ada penolakan masyarakat dan ormas Muslim Kab. Pangkajene dan Kepulauan, dengan tuduhan rumah tinggal disulap jadi gereja. Pihak Dinas PU Kab. Pangkep juga menuntut IMB. Percakapan dengan FKUB minta proses gedung baru: harus mulai dengan persetujuan penduduk sekitar, dst sesuai Peraturan Bersama 2 Menteri No. 9 dan 8 thn 2006.
- Majelis Jemaat dan Panitia: meminta kepada Bupati supaya diperlakukan sebagai renovasi, bukan izin bangunan baru.
- (lihat http://gkss-mattirobaji.blogspot.com/2011/11/izin-renovasi-gedung-gereja.html).
Oleh: Zakaria Ngelow (Anggota MPH-PGI)
Be the first to comment