Gereja Menyoroti Undang-undang No 17 Tahun 2013

PGI — Jakarta. Karena per definisi Ormas, maka gereja, dalam arti organisasi maupun anggota jemaat yang notabene adalah warga negara, menjadi objek dari Undang-undang No 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Konsekuensi logisnya, maka harus melakukan sejumlah penyesuaian tata laksana, terkait dengan kewajiban berbangsa dan bernegara. Penyesuaian ini tidak berarti gereja menjadi dikendalikan oleh Negara. Tetapi, semata-mata untuk tetap menampilkan sosok gereja sebagai organisasi yang selalu memberdayakan masyarakat atau jemaat dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

IMG_8455
Michael Wattimena, SE, MM (pegang mikrofon) sedang memaparkan pandangannya.

Hal ini ditegaskan Anggota DPR RI yang juga Wakil Ketua Pansus RUU Ormas (2011-2013) Michael Wattimena, SE, MM, dalam diskusi terbatas mengenai dampak UU No 17/2013 terhadap gereja, yang digelar Departemen Diakonia PGI, Senin (18/8/2014), di Wisma PGI, Jalan Teuku Umar, Jakarta. Selain MPH PGI, diskusi juga dihadiri pimpinan gereja serta aktivis Kristen.

Lanjut Michael, paradigma yang melatarbelakangi dibentuknya UU No 17/2013 adalah dalam rangka partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai program kegiatan sosial kemasyarakatan dan kepemimpinan serta penyaluran aspirasi masyarakat. Karena itu, maka gereja pun menjadi entitas sosial politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang senantiasa harus profetis dalam merespons seluruh dinamika kebangsaan-kenegaraan, dan tidak terjebak dalam kepentingan yang sempit, atau pragmatis.

“Domain UU 17/2013 ini harus dipadukan dengan domain kehidupan iman warga gereja yang juga dijamin oleh UUD 1945, sebagai pelaksanaan hak asasi. Karena itu, maka catatan penting terhadap UU 17/2013 adalah bahwa gereja terkait sebagai institusi kemasyarakatan yang memiliki anggota jemaat yang juga warga negera, dengan kewajiban politik kenegaraan maupun hak konstitusional, yakni berserikat, berkumpul, beribadah, mengeluarkan pendapat, dan melayani masyarakat,” katanya.

saat ini, jelas Michael, UU No 17/2013  sudah diundangkan, meski dilakukan judisial reviuew terhadap undang-undang ini, menjadi penting dicermati gereja terkait dalam pembentukan Peraturan Pelaksana (PP) nya.

“Gereja harus memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah supaya peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan nanti bukan menjadi sumber alergi bagi gereja,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Ormas, Depdagri, Bachtiar mengungkapkan salah satu hal sangat penting dari adanya undang-undang ini, yaitu: pemberdayaan Ormas, yang ditujukan kepada semua Ormas termasuk Ormas keagamaan.

Diskusi berjalan alot. Sebab itu, pertemuan serupa diharapkan dapat segera dilakukan gereja dalam rangka memberikan masukan kepada pemerintah sebelum keluar PP dari undang-undang tersebut.  (ms)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*