PGI – Hongkong. Para pemimpin gereja-gereja di tiga negara yaitu: Cina, Korea, dan Indonesia, bertemu di Hongkong pada acara 2014 Hongkong Forum (17-19 Februari). Pertemuan mereka ini mengangkat tema: “Together towards Oikoumene: The Role of the Chinese-Indonesian-Korean Churches for the Future of World Christianity.” Cina, Korea, dan Indonesia di masa yang akan datang akan memiliki peran yang signifikan dalam wajah kekristenan di dunia, apalagi kalau gereja-gereja di ketiga negara tersebut secara bersama-sama berkolaborasi.
Cina dengan penduduk terbesar di dunia kini memiliki sedikitnya 26 juta umat Kristen dan masih terus berkembang pesat pasca kebijakan baru pemerintahan Cina. Meski di sana-sini masih ada tekanan, hingga kini setiap hari bertumbuh tujuh kumpulan jemaat baru atau “meeting point”.
Mereka memiliki pengalaman sebagaimana jemaat mula-mula, yang tetap bertahan, bahkan bertumbuh, di tengah penindasan dan pelarangan yang sistematis dari pemerintah, dalam kurun waktu yang cukup lama.
Pengalaman tersebut ditambah dengan kekhasan kekristenan Cina yang pasca-denominasional, tentu akan menyumbang besar bagi gerakan oikoumene ke depan, baik bagi Cina maupun bagi dunia.
Pengalaman Kekristenan Korea pun (khususnya Korea Selatan) juga bertumbuh pesat seperti Kekristenan Cina. Pertumbuhan Kekristenan di Korea ini pun berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan kemajuan teknologi di Korea. Pertumbuhan Kekristenan di Korea membawa pesan tersendiri terhadap pengalaman Kekristenan yang terbalik di Eropa.
Kekristenan Korea juga sangat khas dengan banyaknya inisiatif lokal dalam misi penginjilan ke seluruh dunia, temasuk inisiatif-inisiatif jemaat lokal dalam gerakan oikoumene; mematahkan mitos seolah gerakan oikoumene hanya ada di tataran elit gereja atau di aras sinodal.
Bagaimana dengan pengalaman Kekristenan Indonesia? Kekristenan Indonesia sendiri memiliki pengalaman khas, sejak 1950 membangun kebersamaan dari ketercerai-beraian etnis. Tahun 2000-an Indonesia juga menapaki langkah baru dengan mencairkan polarisasi ekumenikal, pentakostal, evangelikal dan katolikisme, yang akhir-akhir ini bermuara dalam FUKRI.
Selain itu, gereja-gereja di Indonesia juga memiliki kekayaan pengalaman mewartakan kabar sukacita di tengah masyarakat majemuk. Penekanan pada “Presensia Gereja di tengah masyarakat” yang tidak menjadikan umat lain sebagai “target”, memungkinkan gereja BERMITRA dengan umat beragama lain dalam mewartakan Injil: Menuju Indonesia sejahtera berbalutkan perdamaian dan keadilan.
Semoga Hongkong Forum 2014 ini menjadi langkah awal dalam gerakan oikoumene gereja-gereja dari ketiga negara tersebut dalam mendandani wajah Kekristenan dunia.
Oleh: Pdt. Gomar Gultom (Sekum PGI)
Editor: BTS
Be the first to comment