Gereja-gereja Anggota DGD Bertekad Memperjuangkan Keadilan Iklim pada COP 20

Memelihara ciptaan dan mempertegas nilai-nilai iman dalam merespons dampak perubahan iklim menjadi perhatian utama sejumlah anggota Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD) yang telah berinisiatif untuk berkumpul di Lima, Peru. Lima menjadi penyelenggara The 20th Conference of Parties (COP 20) dari Konvensi Kerangka Kerja pada Perubahan Iklim PBB, dari tanggal 1-12 Desember 2014.

Pada 8 Desember, Gereja Methodist Peru (IMP), salah satu gereja anggota DGD, memimpin sebuah panel diskusi bertema: “Christians Committed to Care for Creation” (“Umat Kristen Bertekad Memelihara Ciptaan”).

Bishop Samuel Aguilar, Ketua IMP, membuka konferensi tersebut dan memperkenalkan para pembicara. Ia menekankan pentingnya dibuat keputusan sesegera mungkin dari para pemimpin gereja untuk isu keadilan iklim (climate justice) sebagai sebuah prioritas. “Pertemuan ini menandakan keterbukaan kita menjadi gereja yang secara penuh bertekad untuk proaktif dalam memelihara ciptaan Allah,” demikian katanya.

Milton Mejia, seorang pendeta Presbiterian dari Kolombia dan koordinator program CLAI (The Latin American Council of Churches) pada FEES (Faith, Economy, Ecology and Society), menyampaikan presentasi pada panel. Ia berbagi akan tiga dokumen ekumenis terkini yang menawarkan wawasan sangat bernilai ke dalam interpretasi baru mengenai struktur-struktur ketidakadilan yang menyebabkan kemiskinan dan ketidakharmonisan lingkungan. Ketiga dokumen yang dimakud tersebut adalah The Accra Confession yang disampaikan World Communion of Reformed Churches pada 2004, ão Paulo Statement 2012, inisiatif bersama antara WCRC, DGD (WCC), Lutheran World Federation (LWF), dan Council for World Mission, serta dokumen WCC’s The Economy of Life: An Invitation to Theological Reflection and Action yang diterbitkan pada 28 November dari proyek DGD untuk masalah Kemiskinan, Kesejahteraan, dan Ekologi.

“Kami menerima undangan dari DGD dan kami bergabung dengan ziarah keadilan dan perdamaian, berbagi contoh lokal dan inisiatif yang dapat mendorong harapan dan mengubah dunia di sekitar kita,” kata Mejia. “Ekonomi hidup adalah sebuah konsep yang menghargai hubungan baik kita dengan lingkungan,” tambahnya.

Mejía juga menyebutkan dokumen Iklim, Iman dan Harapan: tradisi Iman bersama-sama untuk masa depan bersama yang dikeluarkan September lalu oleh perwakilan tradisi keagamaan dan antariman berbeda yang berkumpul di New York City. Konsultasi ini dipelopori DGD.

Pendeta Pat Watkins, dari Dewan Umum Global Ministries (GBGM) dari United Methodist Church USA, merupakan salah satu pembicara pada panel. Dia berbicara tentang betapa pentingnya untuk menyelamatkan “hubungan dengan lingkungan”.

“Perlakuan kita di masa lalu yang menyengsarakan bumi ini harus mampu diperluas mengelola tanah dengan lebih baik,” katanya. “Kita perlu untuk menyembuhkan hubungan kita dengan Allah di tanah yang diberikan. Hubungan kita dengan Allah harus mencerminkan hubungan kita dengan bumi,” lanjutnya. Watkins adalah misionaris pertama untuk Memelihara Ciptaan Allah di GBGM, bekerja secara langsung dengan sekretariat jenderal.

Meskipun sejumlah kegiatan yang diadakan sangat mengesankan di Lima selama dua minggu dari COP 20 dan 5 hari dari Pertermuan Umat, panel dari IMP ini terlihat oleh banyak perwakilan gereja sebagai langkah pertama yang sangat penting menuju keterlibatan yang lebih kuat dari gereja-gereja lokal pada isu-isu yang berkaitan dengan lingkungan.

Pendeta Enrique Alva Callupe, Presiden Dewan Injili Peru, mengucapkan terimakasih atas inisiatif yang belum pernah terjadi sebelumnya. “Kami berharap bahwa contoh dari Gereja Methodist Peru dapat mendorong gereja-gereja lokal lainnya untuk mengambil langkah-langkah dalam mengatasi masalah keadilan iklim untuk pelayanan dan misi mereka,” katanya.

Suara Iman untuk Keadilan Iklim

Pada 9 Desember di Universitas Antonio Ruiz de Montoya, eksekutif program DGD untuk Memelihara Ciptaan dan Keadilan Iklim dan ketua delegasi DGD pada COP 20, Dr Guillermo Kerber, memoderasi diskusi meja bundar mengenai Ekoteologi dan dialog antaragama sebagai bagian dari inisiatif konferensi COP 20 – “Perspectives from the South”. Dua anggota delegasi DGD pada COP 20 menjadi pembicara dari enam pembicara yang terdaftar.

Pdt Dr Grâce Jim-Su Kim, mengunjungi peneliti di Georgetown University di Amerika Serikat dan anggota Kelompok Kerja DGD tentang Perubahan Iklim, berbagi hasil studinya tentang teologi komparatif yang membantunya mengidentifikasi konsep-konsep kunci dari iman Kristen yang juga penting untuk ekspresi keagamaan lainnya, seperti kebijaksanaan dan pemahaman Roh Kudus. “Di antara isu-isu yang harus menyatukan kita, ada juga keprihatinan bersama yang kuat tentang keberlanjutan sebagai nilai iman,” tambahnya.

Bagi Rev. Dr Henrik Grape, pejabat untuk pembangunan berkelanjutan di Gereja Swedia, salah satu isu penting yang dipertaruhkan di Lima adalah bahwa beberapa lapisan masyarakat, seperti gereja dan organisasi keagamaan, dapat mengambil bagian pada proses perubahan struktur yang merugikan lingkungan. “Sudah saatnya ekspresi iman untuk lebih proaktif dalam diskusi tentang pilihan yang dibuat oleh manusia,” katanya.

COP 20 berlangsung sampai Jumat 12 Desember dan diharapkan dapat menempuh jalur menuju COP21-CMP11, di Paris, Perancis pada 2015. Konferensi ini bertujuan untuk menghasilkan instrumen yang mengikat secara hukum yang diinginkan untuk mengatur emisi gas rumah kaca, termasuk pembiayaan yang efektif alat untuk adaptasi dari komunitas dan daerah yang paling rentan. Gereja, komunitas agama, dan masyarakat sipil yang memohon, meminta, menuntut: “Keadilan Iklim untuk Semua”

Sumber: oikoumene.org

Penerjemah: Boy Tonggor Siahaan