PGI – Jakarta. “Dalam Pemilu Presiden nanti, umat Kristen bebas memilih calon presiden dan wakil presiden yang diinginkannya. Gereja-gereja di Indonesia tidak berada dalam memposisikan dirinya berpihak pada salah satu calon presiden dan wakil presiden. Gereja hanya sebatas menghimbau umatnya agar memilih sesuai dengan hati nuraninya,” demikian penegasan Pdt. Dr. A. A. Yewangoe dalam Diskusi Publik PGI: Gereja Mendengar Visi-Misi Capres 2014, di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, Senin (2/6/2014).
PGI menyelenggarakan diskusi ini untuk mengajak para pemimpin gereja mendengar paparan vis-misi calon presiden-wakil presiden dari pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Kesempatan mendengar visi-misi dari kedua calon tersebut dapat memberikan masukan dan penilaian umat Kristen terhadap kedua calon tersebut.
Dalam diskusi publik ini, PGI menghadirkan Tim Sukses pasangan calon pres/wapres dari kedua kubu, yaitu: Jenderal (Purn) Luhut Panjaitan (Jokowi-JK) dan Hashim S. Djojohadikusuma (Prabowo-Hatta). Acara diskusi publik ini dimoderasi Romo Edi Purwanto (dari KWI).
Kegiatan yang digagas PGI ini dalam rangka memberikan gambaran kepada jemaat dan pimpinan gereja tentang apa dan bagaimana visi, misi dan garis perjuangan setiap pasangan Capres.
Ruang aula STT Jakarta tampaknya tidak dapat menampung kehadiran para peserta yang ingin mendengar langsung dan berdiskusi menyikapi paparan visi-misi yang disampaikan masing-masing tim sukses.
Hashim S. Djojohadikusuma yang didaulat sebagai pemapar pertama, mengungkapkan, Pancasila menjadi harga mati dan akan meletakkan Pancasila sebagai dasar negara yang selama ini menurutnya mulai terancam dan tidak ada upaya pemerintah untuk melestarikannya. “Maka kami bertekad membela dengan jiwa dan raga,” tandasnya.
Selain itu, dari segi ekonomi visi-misi Prabowo-Hatta, jelas adik kandung Prabowo ini, akan memajukan ekonomi kerakyatan. Sebab, dengan mengembangkan ekonomi kerakyatan dapat mendongkrak tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia.
“Ada beberapa hal yang memprihatinkan terkait ekonomi kita. Menurut World Bank 40 persen masyarakat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Kami frustasi, bagaimana bangsa yang besar, dengan iklim tropis yang didukung oleh sumber daya alam melimpah elemen ada di bangsa ini, tetapi rakyatnya hidup dalam kemiskinan,” ujar Hashim.
Dia juga menyinggung tingkat pendidikan dan kesehatan yang buruk di negara ini. “Sebab itu, dengan memfokuskan pada program peningkatan ekonomi, Prabowo yakin dapat mengatasi semua masalah lainnya, termasuk perbaikan infrastruktur,” jelasnya.
Sementara itu, mengawali pemaparannya, Luhut Panjaitan menyinggung soal mengapa dia mendukung Jokowi. “Jokowi saya kenal 6 tahun lalu, kami berkenalan waktu dia masih walikota, memang betul saya ada bisnis dengan dia, punya HPH di Nunukan, Kalimantan. Dengan Prabowo juga sudah kenal lama, jadi kalau disanding mereka berdua, saya bisa buat kesimpulan bahwa pak Jokowi lebih baik. Kedua, terus terang kenapa saya keluar dari wakil ketua dewan pertimbangan Golkar karena saya melihat kenapa Golkar berpihak kepada koalisi partai yang menurut saya fahamnya berbahaya buat kita,” jelasnya.
Lanjut Luhut, visi-misi Jokowi-JK tergambar jelas dari sosok Jokowi, sebagai pemimpin yang down to earth, pemimpin yang turun ke bawah melihat nasib rakyatnya. Sebab, katanya, survei menunjukkan rakyat membutuhkan pemimpin yang turun ke bawah.. “Selama ini terjadi kesenjangan yang luar biasa, pemimpin jauh dari rakyatnya. Pengalaman dia di Solo menunjukkan keberhasilannya,” tandas Luhut, sambil menegaskan bahwa Jokowi memahami betul kondisi ekonomi yang dialami bangsa Indonesia.
Selain itu, Jokowi tidak mau melakukan transaksional politik maupun politik uang. Dalam penyusunan kabinet akan ditempatkan orang-orang yang kompeten dan profesional. “Koalisi Golkar di Gerindra langsung bicara berapa jabatan menterinya, ini kan gak lucu. Bagus kalau yang maju sesuai kriteria, kalau tidak bagaimana? Nah ini bisa menjadi masalah,” ujarnya.
Luhut menegaskan, apapun visi-misi dan program yang diusung, kuncinya ada pada leadership, yaitu: bagaimana seorang leadership itu tidak tempramental tetapi tenang.
Memasuki sesi tanya-jawab, banyak pertanyaan yang diajukan peserta tidak hanya seputar apa yang disampaikan perwakilan kedua tim sukses, tetapi juga soal latarbelakang koalisi, sikap terhadap kebebasan beragama dan bahkan isu perempuan. Meski sedikit ricuh, namun semua berjalan dengan baik.
Diakhir diskusi juga diusulkan adanya deklarasi damai dari masing-masing tim sukses untuk menjamin terciptanya ketertiban dan kedamaian setelah Pilpres 2014 berakhir.
Ketua Umum PGI Pdt. Dr. A. A. Yewangoe dalam komentar penutupnya menegaskan, PGI berterimakasih kepada para tim sukses yang telah memaparkan visi-misi dari masing-masing capres. Dia pun berharap dari paparan itu memberikan pemahaman dan pengetahuan sehingga jemaat dapat menentukan pilihannya masing-masing dengan baik.
Sekali lagi Yewangoe juga menegaskan, bahwa posisi PGI tidak berpihak kepada salah satu pasangan capres-cawapres manapun.
Penulis dan Fotografer: Markus Saragih
Editor: Boy Tonggor Siahaan
Be the first to comment