Di Era Jokowi, Aparat Masih Melakukan Aksi Represif

Wahyu Nandang Herawan

JAKARTA,PGI.OR.ID-Pada tanggal 11 Juni 2016, masyarakat Kecamatan Merigi Kelindang dan Kecamatan Merigi Sakti Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi melakukan aksi tolak tambang oleh didalam konsesi PT Cipta Buana Seraya (PT CBS). Selama ini PT CBS telah melakukan aktivitas tambang batubara di bawah tanah.

Menurut Wahyu Nandang Herawan, Pengacara Publik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), sebelumnya juga masyarakat pernah melakukan aksi penolakan. Bahkan dari pihak Badan Lingkungan Hidup setempat sudah ke lokasi tetapi hingga aksi berlangsung, tak ada respon apapun terhadap aktivitas tambang PT CBS. Padahal akibat lobang tambang yang tidak direklamasi oleh perusahaan tersebut telah menelan satu orang korban meninggal. “Pendemo yang merupakan masyarakat terdampak tentu geram dengan lamban dan tidak tegasnya Pemerintah Bengkulu Tengah, karena keberadaan aktivitas tambang tersebut lebih banyak merugikannya bagi masyarakat setempat,” tutur Wahyu, di Jakarta, Rabu, 15 Juni 2016.

Kemudian, lanjut Wahyu, pada tanggal 11 Juni 2016, masyarakat telah menanti kedatangan Bupati Bengkulu Tengah untuk mendapatkan kepastian tentang masa depan operasi PT CBS dihentikan ataukah tidak. Tetapi ketika masyarakat datang ke lokasi, masyarakat dihadapkan dengan 500 orang aparat gabungan polisi dan TNI. Masyarakat merasa kecewa dan merasa dipermainkan oleh pemerintah setempat. Warga pun mencoba untuk menyampaikan kekecewaannya hingga tiba-tiba terjadi bentrok. Masyarakat yang berada di lokasi mendapatkan serangan dari aparat berupa tembakan gas air mata, peluru karet hingga peluru tajam.

“Atas arogansi yang dilakukan oleh aparat tersebut terdapat 4 orang masyarakat yang menjadi korban dan dirujuk ke Rumah Sakit M. Yunus,” katanya.

Dari keempat korban, ungkap Wahyu, Marta Dinata (20 tahun) dan Yudi (28 tahun) tertembak bagian perut. Sementara Alimuan (65 tahun) tertembak dibagian tangan dan Badrin (45 tahun) leher dan pahanya yang terkena tembakan. “YLBHI berpendapat penyebab kekerasan, pertama karena pemerintah setempat yang lamban, tidak aspiratif dan tidak tegas dalam menyelesaikan konflik ini sehingga berlarut-larut dan menimbulkan keresahan masyarakat,” katanya.

Pemerintah kata Wahyu, seharusnya dalam mengeluarkan ijin,  baik itu ijin lokasi maupun ijin-ijin lainnya mesti mengedepankan kepentingan masyarakat. Masyarakat harus dilibatkan. Sehingga mereka sebagai pihak yang terdampak tidak dirugikan kemudian hari. Di sisi lain, pemerintah dalam menjalakan fungsi pengawasan harusnya juga melakukan investigasi dan pemeriksaan jika dinilai operasi tambang berpotensi atau telah mencemarkan lingkungan. Jika terbukti, pemerintah dapat melakukan langkah-langkah punishment.  “Sayangnya, polisi juga tidak mengedepankan upaya persuasif dalam mengendalikan massa,” katanya.

Aparat ujar Wahyu, mengabaikan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Masyarakat pun akhirnya jadi korban kekerasan yang serius. Bahkan membahayakan nyawa warga.  Padahal sebagai perangkat Negara polisi mestinya menghormati, menjamin, melindungi dan menegakkan HAM rakyatnya. “Bukan malah sebaliknya”, kata dia.

Atas kejadian tersebut, kata Wahyu, YLBHI mendesakan beberapa hal. Pertama, mendesak Presiden Joko Widodo  tidak lagi melakukan kekerasan dalam menghadapi dan atau menyelesaikan konflik masyarakat. Kedua mendesak Presiden menggunakan cara-cara dialog dan menghormati HAM. Serta mengedepankan kepentingan masyarakat. Ketiga, mndesak Bupati Bengkulu Tengah dan Kapolres Bengkulu Tengah bertanggungjawab atas kekerasan yang dilakukannya. Keempat, mendesak Kapolda Bengkulu dan Pangdam II Sriwijaya, menindak anggotanya yang melakukan tindakan refresif baik secara pidana maupun kode etik.

“Kelima, mendesak Komnas HAM untuk menginvestigasi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat baik Polri maupun TNI,” ujarnya.

Keenam, kata Wahyu, pihaknya juga mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan investigasi dalam kasus pertambangan PT CBS. Ketujuh, mendesak Bupati Bengkulu Tengah segera menyelesaikan permasalah. Ketujuh, mendesak Bupati Bengkulu Tengah segera menyelesaikan permasalahan ini dengan musyawarah. (AS)