Dari Refleksi ke Aksi: Semakin Menjalin Kerukunan Antarumat Beragama

PGI – Jakarta. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) wilayah DKI Jakarta bukan sekadar forum yang selalu berefleksi tentang kerukunan antarumat beragama di wilayah DKI Jakarta, tetapi juga melakukan aksi yang memberi dampak positif dalam membangun komunikasi dan keharmonisan para pemeluk agama yang berbeda-beda.

Hal ini terungkap dalam suasana silaturahmi lintas agama yang digagas Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Wilayah (PGIW) DKI Jakarta di Gedung Pertemuan PGI, Jl. Salemba Raya No. 10, Jakarta Pusat, pada Rabu (7/1/2015).

Menurut catatan Kementerian Agama, FKUB DKI Jakarta adalah FKUB yang sangat baik dalam menata kehidupan toleransi antarumat beragama, meskipun ada masalah-masalah intoleransi yang dipicu kelompok-kelompok anti toleransi namun masalah-masalah tersebut masih dapat ditangani dengan baik oleh semua pihak, termasuk FKUB DKI Jakarta.

“Acara Silaturahmi ini adalah ungkapan syukur kita atas kebaikan Tuhan, sehingga kita boleh memasuki tahun baru 2015,” demikian kata sambutan pertama yang disampaikan Pdt. Supriyatno, M.Th (Ketua Umum PGIW DKI Jakarta). “Pertemuan ini dapat menjadi inspirasi, bahkan perjumpaan yang telah diselenggarakan sedemikian rupa, sehingga dapat menjadi model keagamaan kita”, tambah Bapak Pendeta dari Sinode GKP ini.

“Ekspresi keagamaan tidak hanya dilakukan dengan komunitas keagamaannya sendiri, tetapi dapat melampauinya, yaitu bertemu dengan saudara komunitas agama yang lain. Kita adalah keluarga,” kata Pdt. Supriyatno.

Acara yang dihadiri dari berbagai tokoh dan umat beragama ini sangat bermakna. “Kegiatan keagamaan yang seperti ini perlu dilestarikan dan dikembangkan karena berguna bagi masa depan kita bersama,” ungkap Pdt. Supriyatno.

Sambutan kedua disampaikan Ketua FKUB DKI Jakarta, KH. A. Syafii Mufid. Mufid sangat mengapresiasi dan berterimakasih kepada Majelis agama-agama di DKI Jakarta yang sangat mendukung kerukunan antarumat beragama.

Mufid menyampaikan 3 hal yang sangat penting menyangkut kerukunan antarumat beragama. Pertama, membangun teologi perdamaian, kedua, membangun praksis keagamaan, ketiga, perlunya sekolah agama dan perdamaian. Di sana kita dapat belajar.

Ia juga menyarankan agar kita perlu mengembangkan kegiatan live in (tinggal bersama) dari pemeluk agama tertentu di komunitas pemeluk agama yang beda agama dengannya. Dari kegiatan live in masing-masing pemeluk agama yang berbeda satu sama lain dapat belajar saling memahami satu sama lain, sehingga tidak ada lagi kecurigaan dan bahkan mampu menjalin keharmonisan dalam hidup. “Harapannya ke depan suasana kerukunan dan toleransi dapat berjalan dengan sangat baik,” imbuh Mufid yang dahulu pernah tinggal bersama di rumah seorang Katolik selama beberapa tahun.

Ketua FKUB DKI Jakarta ini juga mengamati bahwa kerukunan umat beragama pada  2014 lalu dinilai semakin baik. Hal ini sesuai dengan catatan survei yang dilakukan Setara Institute dan Wahid Institute bahwa tingkat intoleransi di masyarakat Indonesia turun dibandingkan beberapa tahun yang lalu.

Catatan tersebut menjadi kabar baik bagi kita. Kita ditantang dalam tahun 2015 untuk menjaga kerukunan antarumat beragama lebih baik lagi dan menjalin kekeluargaan sebagai satu bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan kemajemukan.

Seorang ulama Hindu yang turut hadir dalam acara ini, Padanda Panji Sogata,  menyampaikan dukungannya apa yang telah dikatakan tokoh-tokoh agama yang di atas. Bahkan Padanda (Pandita atau Pendeta) dari Hindu Dharma Persada ini mengusulkan agar ada kegiatan untuk mengunjungi tempat-tempat ibadah di luar agamanya. Menurut catatan kami, PGI dan ICRP sudah dua kali mengadakan kegiatan serupa. Namun, mungkin apa yang diusulkan Padanda tersebut adalah kunjungan yang dimotori komunitas atau lembaga agama ke tempat rumah ibadah agama lain.

Acara Silaturahmi ini dihadiri para pengurus FKUB DKI Jakarta (Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan), pengurus PGIW DKI Jakarta, PGI, pengurus Hindu Persada, Pengurus Matakin (Kongfucu), tokoh agama Budha, dan
Rohaniawan Katolik (Boy Tonggor Siahaan dan Roy Naldy Simaremare).