JAKARTA, PGI.OR.ID – Dalam rentang sekurangnya satu dasawarsa terakhir, Pancasila hilang bahkan dari sekadar konsideran dalam sistem peraturan perundangan pada strata nasional maupun lokal. Akibatnya, bermunculan peraturan perundangan dan peraturan daerah yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, dan masih akan terus berlanjut sebagaimana terdaftar dalam PROLEGNAS dan kecenderungan introvert para pemimpin sebagai buah pahitnya otonomi daerah.
Demikian pidato Ketua Umum DPP PIKI Cornelis D. Ronowidjojo, PhD saat membuka Konas dan Kongres V Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI), Kamis (26/3) di Jakarta. ”Salah satu yang akan menghuni PROLEGNAS adalah Rancangan Undang-undang Perlindungan Umat Beragama atau RUU PUB,” tandasnya.
Cornelius mengajak seluruh kader PIKI memberi perhatian terkait esensi, substansi dan terminologi rancangan undang-undang tersebut. “Secara esensial sesungguhnya kita tidak memerlukan perlindungan dari manusia, karena hanya Tuhan Yesus yang layak menjadi pelindung umat manusia. Secara substansial Negara Indonesia bukan negara agama atau berdasarkan agama tertentu, sehingga negara tidak dibenarkan masuk ke dalam urusan melindungi berkaitan dengan hidup matinya agama,” jelasnya.
Sementara secara terminologis, tambahnya, undang-undang harus merupakan derivasi pengejawantahan UUD 1945, yang oleh karenanya harus atas perintah UUD 1945. Mencermati dengan seksama seluruh isi UUD 1945, termasuk Pasal 28 dan 29 dengan keseluruhan ayat-ayatnya, tidak ada satupun perintah untuk membuat Undang-undang Perlindungan Umat Beragama. Dengan demikian RUU PUB Inkonstitusional.
Konas dan Kongres V PIKI yang berlangsung pada 26-29 Maret 2015 diikuti 14 DPD dari 24 DPD. Sementara tingkat cabang hadir 60.
Beberapa senior PIKI yang hadir dalam acara pembukaan antara lain Sabam Siagian, Sabam Sirait, dan Irsan Tanjung. (ms)