JAKARTA,PGI.OR.ID-Salah satu persoalan pelik yang dihadapi bangsa ini adalah terkait pekerja migran. Menurut data, sekitar 5,3 juta para Pekerja Migran Indonesia (PMI) berangkat melalui jalur tidak resmi (unprocedural) yang dilakukan oleh mafia sindikasi pengiriman PMI illegal, sehingga keberadaan mereka di luar kontrol negara.
Akibatnya, banyak diantara mereka yang mengalami tindak kekerasan, bahkan kekerasan seksual, penjualan organ tubuh, tidak menerima gaji sesuai dengan kesepakatan, bekerja di atas jam kerja, dan tindak kejahatan lainnya. Belum lagi adanya praktek ijon atau rentenir yang sangat menjerat para PMI.
Demikian salah satu isu terkait PMI yang disampaikan oleh Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, saat beraudiensi dengan MPH-PGI di Grha Oikoumene, Jakarta, Kamis (25/6). Sebelumnya, pengurus BP2MI menyambangi pengurus Majelis Buddhayana Indonesia (MBI), Jakarta.
“Tindakan kejahatan tersebut, yang tentu berangkat dari persoalan di hulu, bagaimana mereka diberangkatkan oleh mafia sindikasi yang tidak bertanggungjawab. Sebab itu, kami mengajak PGI untuk menjadi mitra strategis, bergandengan tangan untuk menangani masalah yang dihadapi oleh PMI. Karena ini adalah masalah bangsa maka tidak cukup BP2MI menanganinya sendiri,” jelasnya.
Sebagai mitra strategis, lanjut Benny, PGI yang membawahi sinode-sinode gereja, dapat berkolaborasi untuk melakukan kegiatan pelatihan, sosialisasi, edukasi tentang perundang-undangan terkait ketenagakerjaan, dan proses rekrutmen agar dilakukan secara benar. “Dengan demikian kita bersama-sama dapat mewujudkan harapan-harapan dan mimpi PMI tentang masa depan keluarganya, setelah mereka kembali dari tempat penempatan,” ujar mantan anggota DPD RI dari daerah pemilihan Sulawesi Utara ini.
Lebih jauh dijelaskan, kuncinya adalah bagaimana negara hadir dan hukum bekerja untuk menyeret perusahaan, atau siapapun yang selama ini terlibat dalam kejahatan terhadap PMI. “Kami ingin memberi pesan bahwa BP2MI akan menjadi mimpi buruk bagi perusahaan dan siapapun yang terlibat dalam kejahatan-kejahatan, dan yang mengeksploitasi para PMI. Tapi sekali lagi BP2MI tidak bisa bekerja sendiri, dan harus menggandeng lembaga-lembaga keagamaan, seperti PGI, teman-teman media, juga NGO,” katanya, sambil mengungkapkan adanya rencana untuk membentuk Satgas Pemberantasan Mafia PMI, yang akan melibatkan PGI.
Pada kesempatan itu, Ketua Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom menyambut baik apa yang dipaparkan oleh Kepala BP2MI. Disampaikan bahwa lima tahun terakhir PGI terlibat aktif dalam masalah ini, salah satunya adalah bersama-sama gereja di NTT membangun pilot project terkait pekerja migran, yang diharapkan dapat diikuti oleh gereja-gereja lain.
Selain itu, dalam setiap persidangan-persidangan oikoumenis, PGI juga selalu mengangkat masalah yang dihadapi oleh PMI. Dan selalu mengingatkan bahwa tugas gereja untuk meningatkan masyarakat, untuk lebih mampu bersaing, dan memberikan pemahaman terhadap produk undang-undang terkait, sebelum memutuskan niat menjadi PMI.
“Oleh karena itu, BP2MI perlu kita topang. Saya mengajak juga seluruh lembaga masyarakat sipil, NGO yang konsern dengan masalah ini, untuk bersama-sama menopang pekerjaan BP2MI. Semuanya bukan untuk siapa-siapa, tetapi bagi masyarakat dan bangsa kita yang lebih sejahtera. Sehingga para PMI ini betul-betul sebagai pahlawan devisa itu tidak hanya slogan saja, tetapi sungguh-sungguh pahlawan yang dihargai,” jelasnya.
Ketua Umum PGI berharap agar BP2MI memiliki otoritas yang besar, seperti BNN. Jika tidak, maka akan sulit untuk melakukan peran dan fungsinya. Ke depan juga diharapkan BP2MI bisa memutus segala ego sektoral yang ada, karena ini membutuhkan komitmen dari kementrian dan instansi lain. “Tanpa komitmen itu tetap saja apa yang dipaparkan oleh pimpinan BP2MI akan sulit diimplementasikan. Kami sudah melihat selama ini betapa sulitnya memberantas sindikasi dan calo-calo yang ada,” tandas Pdt. Gomar.
Pewarta: Markus Saragih