WAIBAKUL, PGI.OR.ID-Malam itu Selasa (5/11) sudah pukul 21.30 WITA, kami diantar oleh panitia ke rumah Keluarga Umbu Lana atau lebih dikenal keluarga Bapak Lion (67). Kami disambut hangat. Mama Umbu Lana bahkan menawarkan kami sirih pinang ketika kami masuk dalam rumahnya. Ïni bentuk penghormatan kepada tamu istimewa yang hadir, katanya sambil meyodorkan tempat kecil terbuat dari anyaman jerami ke kami yang berisi sejumlah sirih pinang.
Bapa Umbu Lana yang pensiunan Dinas Tenaga Kerja Pemprov NTT memberitahu kami bahwa sirih pinang yang disodorkan diambil saja meski tidak dimakan. “Ya kalau nanti tidak dimakan dipegang dulu saja nanti dikembalikan,”katanya dengan logat khas Sumba.
Kami agak canggung ketika disodorkan sirih pinang itu karena kami belum pernah mencobanya. Sedteik kemmudian kami mengambil sirih pinang yang disdorkan dan memegangnya saja. Tuna rumah terseyum dengan apa yang kami lakukan.
Rumah keluarga Umbu Lana adalah satu rumah yang berada di kampung adat Kabonduk. Kabonduk artinya bukit sehingga udaranya disaat malam cukup dingin. Kampung adat ini merupakan salah satu kampung adat tertua di Sumba Tengah. Catatan dari berbagai sumber menyebut, kampung ini terletak di Desa Makatakeri, Kecamatan Katiku Tana, dengan jarak tempuh ± 1 km dari pusat kota Waibakul.
Kampung yang dijuluki kampung Raja Anakalang ini menyuguhkan keindahan rumah – rumah adat Sumba berarsitektur semi modern dan batu – batu kubur megalitik yang berusia puluhan tahun, dengan ukirannya yang sarat makna.
Salah satunya adalah batu kubur raja anakalang “Umbu Sappi Pateduk” yang terkenal dengan nama ”Watu Raihi Moni”, di mana di depannya dihiasi dengan “Kadu Watu” (Menhir) dengan ukiran gambar yang sangat unik. Ayah dari Umbu Sappi Pateduk adalah Umbu Dongu. Di rumah Bapa Lion ditempel foto Umbu Dongu Mangumamuli. “Papa Lion ini cucu keturunan ke 7 dari Umbu Dongu,”kata istri Bapa Lion. Jumlah keluarga yang menempati kampung adat itu ada 24 keluarga. “Mereka semua masih familiy,”kata Bapa Lion.
Di kampung ini pula dapat djumpai benda – benda keramat, seperti Gong, Tambur dan Tombak Mehang Karaga sebagai salah satu tombak yang digunakan dalam upacara adat “Purung Ta Kadonga Ratu.” Keramahan masyarakat setempat semakin menjadikan kampung ini layak untuk dikunjungi setiap saat.
Betul saja dari sumber data itu karena keluarga Umbu Lana menyambut kami dalam rumah itu dengan senang hati. Semua kebutuhan kami, mulai kamar tidur, alat mandi hingga makanan serta kopi disuguhkan bagi kami.
Rekan kami yang lain-Agug Nugroho juga mengalami pengalaman yang sama. “Saya dijamu dan diperlakukan selayaknya anggota keluarga di keluarga Andre. Mereka amat ramah sehingga saya amat kerasan di tempat itu,”katanya sambil memamerkan kain tenun yang diberikan keluarga Andre padanya.
Rasanya dua malam memang pendek, tapi dua malam di rumah keluarga ini adalah dua malam yang ramah yang membuat kami berasa menjadi bagian dari keluarga ini di Kampung Adat Kabonduk.
Satu kali waktu, pastilah kami akan hadir lagi di kampung ini dan bermalam. Napa Patomakagu
Pewarta: tim media PGI