PGI.OR.ID – Di antara sejumlah dusun yang ada di Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur ada satu dusun yang unik, namanya Dusun Bedali. Uniknya karena di dusun itu ada Masjid, Pura dan Gereja yang berdiri, yang masing-masing jaraknya tidak lebih dari 2 kilo meter. Itu sebabnya Dusun Bedali disebut dusun keberagaman.
Letaknya persisi di pinggiran Kabupaten Kediri berbatasan dengan Kabupaten Blitar dan banyak ditumbuhi pohon kelapa. Dusun ini memiliki empat agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Hindu. Nah, setiap umat memiliki tempat ibadah. Umat Islam misalnya, di dusun itu terdapat masjid dan mushola yang menjadi tempat beribadah mayoritas warga dusun itu. Lalu ada pula Pura untuk umat Hindu, yakni Pura Satya Dharma. Sementara untuk warga Protestan ada Gereja Kristen Jawa. Sedangkan, warga yang beragama Katolik ada Gereja Kristen Katolik di Dusun Suko Mrambil yang tak jauh leataknya dari Dusun Bedali.
Karena kondisi itulah Dusun Bedali ini diibaratkan sebagai dusun keberagaman yang juga punya relasi yang baik dengan dusun-dusun lainnya.
Memotret kehidupan warganya di Dusun Bedali juga unik. Sesama warga saling menjaga kerukunan dan memiliki sikap toleransi soal kepercayaan. Setiap warga dusun bebas memeluk agama yang diyakininya dan beribadah dengan tenang di rumah ibadah masing-masing. Ini diakui Kepala Dusun Bedali, Sujito yang menurutnya kerukunan dan toleransi warganya nampak kala hari raya setiap agama tiba.
“Kalau Idul Fitri, yang bersilahturahmi bukan hanya warga Muslim tapi warga non muslim, sehingga hari raya merupakan hari raya bagi semua warga. Contoh lain, setiap bulan Suro dan menjelang hari kemerdekaan RI (17 Agustus), setiap RT di Dusun Bedali melaksanakan tradisi selamatan atau do’a bersama. Setiap tokoh dari masing-masing agama turut serta dalam tradisi ini. Kegiatan ini tidak dipimpin oleh pemuka agama melainkan oleh orang yang dianggap sesepuh (tetua) di lingkungan setempat. Supaya apa? Supaya tercipta suasana netral ketika prosesi do’a bersama berlangsung dan memberi kesempatan kepada setiap umat untuk berdo’a dengan caranya masing-masing,” terangnya.
Toleransi yang tercipta juga dirasakan warga Dusun Bedali. Menurut Winedar salah seorang warga mengakui dirinya belum pernah mendengar ada konflik antara warga. “Wah, teng mriki niku rukunne nemen. Belum pernah ada konflik yang disebabkan oleh agama. Di sini aman. Mungkin ada ya maling, maklum manusia,” kata Winedar yang beragama Krsiten Prptestan. Winedar menambahkan, ika ada orang yang fanatik terhadap agamanya, maka warga secara beramai-ramai akan mendatangi rumah orang tersebut. Bukan untuk dikeroyok atau dihakimi, tetapi untuk bersilaturahmi dan mengajak orang tersebut untuk berbaur dengan warga lainnya.
Artikel ini ditulis kerjasama dengan PUSAD Paramadina dan didukung GUYUB – UNDP.
Pewarta :Phil Artha dari berbagai sumber