AMCU VII Bahas Krisis Perubahan Iklim dan Dampaknya bagi Masyarakat Asia

Suasana persidangan Asian Movement for Christian Unity (AMCU)

MEDAN,PGI.OR.OD-Asian Movement for Christian Unity (AMCU), sebuah program kerjasama oikoumenis yang diprakarsai oleh Christian Conference of Asia (CCA) dan Federation of Asian Bishops’ Conferences (FABC) sejak tahun 1993, kembali digelar di Medan pada tanggal 14-15 Juli 2016.  Tema pertemuan AMCU VII ini adalah: “Crisis of Climate Change in Our Common Home” (Krisis Perubahan Iklim di Rumah Kita Bersama).  Host dari pertemuan ini adalah HKBP, salah satu gerejaa nggota CCA di Indonesia.

Pertemuan ini membahas dan merefleksikan secara teologis krisis yang sedang dihadapi di Asia berkenaan dengan Perubahan Iklim dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat Asia. Informasi mengenai berbagai pertemuan internasional membicarakan isu ini dikemukakan. Ensiklik Paus Fransiskus “Laudato Si: On Care for Our Home” juga didalami.

Diskusi berpuncak dalam percakapan mengenai respons bersama gereja-gereja di Asia terhadap krisis yang ditimbulkan oleh perubahan iklim yang sangat drastis, yang mengancam kehidupan seluruh ciptaan di planet ini, dan langkah-langkah konkrit yang harus segera dilakukan oleh masyarakat di Asia, termasuk gereja-gereja, dalam menunjang terwujudnya keadilan bagi seluruh ciptaan.

Foto bersama usai kegiatan
Foto bersama usai kegiatan

Ketua Umum PGI, Pdt Henriette Hutabarat Lebang, membagi pengalaman Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dalam meresponi krisis ekologis ini. Di tengah pengaruh globalisasi yang membuat masyarakat semakin materialistis dan konsumtif serta mengeksploitasi alam tanpa kenal batas sebagai wujud nyata kerakusan manusia, Sidang Raya PGI tahun 2014 di Nias mengajak gereja-gereja untuk mengembangkan spiritualitas keugaharian, yang bersumber dari keyakinan iman bahwa berkat Tuhan cukup untuk semua ciptaanNya, dan manusia diajak untuk menjadi teman sekerjaNya dalam mengelola berkat itu agar damai sejahteraNya terwujud di bumi sebagai rumah kita bersama.

Keyakinan ini harus bermuara dalam kesediaan mengendalikan diri, mampu mengatakan “cukup” untuk diri sendiri, mengembangkan gaya hidup berbagi dengan sesama, dan merawat kehidupan bagi kemaslahatan semua ciptaan di bumi ini.