Aktivis Internasional Tuntut Bebaskan Tapol Papua

Aktivis dan warga kota London yang berdemonstrasi di depan Kedubes Indonesia di London, menuntut pembebasan Tapol Papua. (Foto: tabloidjubi.com)
Sekitar 100 aktivis dari Tapol, Survival International, and Amnesty International berdemonstrasi di luar Kedutaan Besar Indonesia di London, Inggris, Rabu (2/4) menuntut pembebasan para tahanan politik (tapol) Papua.
Saat ini masih ada 76 tapol di Papua yang masih berada di penjara. Pemenjaraan tapol tersebut hingga saat ini menunjukkan, masih ada pembungkaman kebebasan berekspresi di Papua, kata koordinator aksi, Esther Cann, seperti dilansir sinarharapan.com, Rabu (2/4).
Para aktivis dari LSM internasional tersebut juga mendatangi kedutaan besar Indonesia di beberapa negara seperti Skotlandia, Belanda, Australia, dan Selandia Baru.
Para aktivis Papua di luar negeri berharap, pemerintah Indonesia menghentikan tuduhan pelaku kriminal kepada aktivis dimana pun berada, serta memperbolehkan akses terbuka bagi wartawan internasional untuk masuk Papua.
Mereka juga meminta para capres membuat agenda tentang pelaksanaan HAM, termasuk pembebasan tapol tanpa syarat sebagai pemenuhan hak dasar dan berdemokrasi bagi nasyarakat Papua.
Penyiksaan Meningkat
Dalam surat terbuka kepada Duta Besar Indonesia di London, Teuku Mohammad Hamzah Thayeb, para aktivis itu mengungkapkan, ada 537 peristiwa penangkapan politik di Papua tahun 2013. Jumlah itu dua kali lebih besar dari yang terjadi tahun 2012.
Ia juga menyatakan, kasus penyiksaan dan perlakukan buruk dalam tahanan berjumlah tiga kali lipat dibandingkan pada 2012. Salah satu tapol yang mengalami penyiksaan adalah aktivis Papua Dominikus Surabut yang ditangkap pada 19 Oktober 2011 karena keterlibatannya dalam pertemuan politik di Jayapura.
Direktur Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Papua, Olga Helena Hamadi di Jayapura mengatakan, dari 76 tapol di Papua, empat di antaranya tidak ditahan.
Namun, proses hukum tetap berjalan dan satu orang telah bebas setelah menjalani hukuman. Menurutnya, dalam tujuh tahun terakhir, eskalasi pembungkaman ruang demokrasi dengan penangkapan dan penahanan masyarakat Papua masih tergolong tinggi.
Tiap tahun, jumlah tapol di Papua meningkat. Hal ini menunjukkan, pola penanganan atau pendekatan pemerintah dalam mengatasi masalah di Papua tidak berubah.
“Mereka masih dengan pola penanganan represif, bukan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan yang menyeluruh,” katanya.
Sumber: sinarharapan.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*