PGI: Revisi UU KPK untuk Perkuat KPK, Bukan Lemahkan!

JAKARTA,PGI.OR.ID-Dalam Prolegnas 2016 yang baru saja dikeluarkan DPR RI, tercantum bahwa salah satu UU yang akan diubah adalah UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menilai bahwa ini sangat krusial. Sebab disinyalir adanya arus balik yang sangat kuat yang tidak sejahtera dengan upaya pemberantasan korupsi yang berlangsung selama ini, khususnya yang dilakukan oleh KPK. PGI menilai bahwa revisi UU KPK ini merupakan upaya pelemahan KPK yang sejak lama sudah digulirkan oleh banyak anggota DPR, khususnya ketika banyak anggota dan mantan DPR ditangkap KPK karena melakukan kejahatan korupsi.

Karena itu, masuknya revisi UU KPK dalam Prolegnas bisa dikatakan sebagai langkah awal yang strategis bagi DPR untuk menggerogoti kewenangan lembaga anti korupsi itu, yang selama ini sudah sangat berjasa menangkap para pejabat yang korup.

“Bagi PGI, persoalan ini penting sebab pemberantasan korupsi merupakan amanat Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) PGI yang dilaksanakan di Melonguane, Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara pada tanggal 26-30 Januari 2012. Dalam Sidang MPL-PGI tersebut, gereja-gereja memahami korupsi sebagai penyangkalan terhadap hakekat manusia sebagai Gambar Allah, Imago Dei (Kejadian 1:27),” demikian siaran pers PGI yang dikeluarkan pada tanggal 16 Desember 2015.

Gereja-gereja juga belajar dari kenyataan bahwa semakin rendah tingkat korupsi di suatu negara akan menciptakan masyarakat yang semakin sejahtera; dan sebaliknya, makin tinggi tingkat korupsi akan makin membuat kehidupan masyarakat dan bangsa terpuruk. Olehnya, pengelolaan kekayaan negara dan bangsa Indonesia yang melimpah itu haruslah dibebaskan dari perilaku koruptif dan manipulatif jika Pemerintah ingin mencapai salah satu tujuan pembentukan Negara RI, yakni kesejahteraan masyarakat.

Menyikapi hal itu, maka pada tanggal 14 Desember 2015, PGI mengirimkan surat kepada Presiden RI, Bapak Ir. Joko Widodo, yang pada intinya adalah tetap mendukung proses pemberantasan korupsi melalui KPK dan mendorong agar Pemerintah tetap konsisten dan tegas dalam melakukan pemberantasan korupsi. Karena itu, maka revisi UU KPK sebaiknya diarahkan untuk memperkuat KPK dalam memberantas korupsi, bukan malah melemahkannya. Dalam surat yang ditandatangani oleh Pdt. Dr. Henriette T.H. Lebang, (sebagai Ketua Umum PGI) dan Pdt. Gomar Gultom, M.Th (sebagai Sekretaris Umum PGI) tersebut, PGI menyatakan gagasan dan sikapnya terhadap pelemahan KPK dan proses pemberantasan korupsi. Beberapa sikap tersebut adalah:

1. Upaya membatasi hak KPK melakukan penyadapan, nyata-nyata akan mengebiri kekuatan KPK yang justru selama ini telah banyak menjerat para koruptor. Keberatan sementara pihak bahwa penyadapan ini mengganggu privasi sangatlah absurd, mengingat perilaku pejabat publik haruslah transparan dan tak perlu ada yang harus disembunyikan. Selain itu, penyadapan dengan ijin pengadilan akan memperlambat proses investigasi serta sangat mungkin terjadi kebocoran informasi;

2. Dihilangkannya wewenang KPK melakukan penuntutan juga akan melemahkan posisi tawar KPK. Keinginan sementara pihak untuk melimpahkan wewenang ini semata-mata kepada Kejaksaan merupakan amnesia sejarah, karena munculnya KPK adalah karena ketidakpercayaan publik kepada aparat dan proses-proses di Kejaksaan. Hal ini tentu belum pulih hingga kini.

3. Dihilangkannya wewenang KPK merekrut penyidik independen di luar Kejaksaan dan Kepolisian, juga merupakan upaya pelemahan karena hal ini akan semakin menempatkan KPK dalam rentang kendali Kepolisian dan Kejaksaan, sesuatu yang justru hendak dikoreksi dengan lahirnya KPK dalam semangat Reformasi.

4. Sebaliknya, keinginan sementara pihak untuk memberikan wewenang menghentikan perkara (SP3) kepada KPK juga akan melemahkan KPK karena berpotensi membuat aparat KPK “bermain-main” dengan perkara, atau membuka potensi tawar menawar kasus.

5. PGI juga mengingatkan Bapak Presiden bahwa salah satu hal yang mendasari Gerakan Reformasi, dan yang hendak kita basmi, adalah praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang begitu kuat membelenggu bangsa kita. Oleh karenanya, kehadiran KPK yang kuat dan mandiri haruslah tetap dipertahankan. Namun demikian, KPK juga harus tetap dijaga agar tidak menjadi lembaga “super body” yang berlaku sewenang-wenang tanpa kontrol dan pengawasan.