JAKARTA,PGI.OR.ID-Penanganan kasus Ketua DPR RI, Setya Novanto, oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) adalah sebuah tragedi. Sebab mengamati prosesnya, MKD bukan saja gagal menjaga kehormatan DPR, yang semestinya menjadi tugasnya, MKD malah memperhina sendiri wajah DPR. Bukan saja gagal menegakkan keluhuran dan kehormatan martabat DPR, MKD malah mempertontonkan keburukan perilaku DPR.
Demikian pernyataan sikap para tokoh lintas agama menyikapi sidang MKD atas pelanggaran etik Ketua DPR RI, Setya Novanto, yang dibacakan oleh Fajar Riza Ul Haq, Direktur Eksekutif MAARIF Institute, dalam jumpa pers yang berlangsung di Grha Oikoumene Jakarta, Jumat (11/12).
Alih-alih mengadili pengaduan atas dugaan pelanggaran tata Tertib dan Kode Etik DPR oleh Ketua DPR Setya Novanto, MKD justru menjadi instrumen penyelamatan karir politik sang Ketua DPR.
“Perburuan rente yang telah lama berurat-akar dalam tubuh DPR mengubur dalam-dalam spirit republik. Berbilang masa, elite politik kehilangan komitmen pada kesejahteraan rakyat, yang telah memilih mereka. Pertalian antara elite dan rakyat diputus oleh keserakahan elite, yang tiada pernah bisa terpuaskan. Etika dicampakkan, adapun dilupakan. Kini dan untuk seterusnya, publik menghendaki suatu lembaga parlemen yang bersih dan amanah. Suatu lembaga yang tunduk pada prinsip-prinsip etis negara demokrasi, sekaligus menegakkan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” demikian pernyataan sikap tersebut.
Dalam hubungan dengan kasus ini juga, para tokoh lintas agama berharap agar pemerintah bisa mengambil tindakan yang bijak terhadap persoalan PT Freeport, dengan mengedepankan hak-hak orang Papua. Pemerintah juga harus memastikan agar tidak adanya kriminalisasi terhadap siapapun yang melaporkan perilaku tak etis dan berpotensi korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik.
Setelah segala kekonyolan yang dilakukan, para tokoh lintas agama menuntut MKD kembali pada fungsi dan tujuan pembentukannya, lewat langkah-langkah seperti, pertama, MKD harus menyelenggarakan seluruh sesi persidangan secara efisien, terbuka, jujur dan adil. Kedua, MKD berkewajiban menemukan bukti-bukti yang sah dan otentik untuk membuktikan pelanggaran etik, termasuk dengan meminta keterangan para saksi tanpa terpengaruh posisi dan jabatan mereka.
Ketiga, MKD harus fokus pada pembuktian pelanggaraan tata Tertib dan Kode Etik DPR oleh Setya Novanto, sebagai Ketua DPR, bukan malah melindunginya. Hal ini menjadi penting sebab penegakan persoalan etik ini demi menjaga keluhuran dan kehormatan DPR. Karena itu, pendekatan prosedur hukum formal semestinya tak boleh terlalu menonjol. MKD justru harus mengacu pada nilai-nilai etik dan moral.
Keempat, menimbang bahwa kasus pelanggaran Kode Etik ini bersifat berat dan berdampak pada sanksi pemberhentian, MKD harus membentuk Panel Hakim yang bersifat ad hoc yang terdiri dari orang-orang yang berintegritas untuk menghindari konflik kepentingan dan perkoncoan dalam persoalan ini demi harkat, martabat dan kehormatan DPR sebagai lembaga negara.
Pada kesempatan itu, Pdt. Gomar menyampaikan keprihatinnya atas perilaku yang dipertontonkan oleh MKD. Karena pada akhirnya tugas mereka untuk menjaga kehormatan justru yang terjadi malah sebaliknya, menjaga kepentingan sekelompok orang.
“Oleh karena itu, saya kira tugas dari MKD ini adalah menjaga kehormatan wakil-wakil rakyat. Dan oleh karena yang dijaga adalah martabat dan kehormatan wakil rakyat, kita mendesak agar dibentuk semacam majelis etik yang bersifat ad hoc, yang tidak hanya melibatkan para anggota DPR tetapi juga masyarakat yang diwakili oleh para anggota DPR ini. Masyarakat yang bisa menjaga kejujuran dan keadilan dan tidak terkait dengan kepentingan partai maupun kepentingan teman-teman di DPR,” katanya.
Jika MKD masih mempertontonkan seperti yang sekarang ini, menurut Pdt. Gomar, dikhawatirkan jika nanti rakyat bergerak, bisa melumpuhkan sendi-sendi demokrasi yang telah kita bangun dengan mekanisme lima tahunan.
Hal senada juga disampaikan Adbul Mu’ti. Jika persoalan ini tidak segera diselesaikan dan ada upaya-upaya untuk melakukan pelemahan oleh berbagai pihak, maka ini akan menjadi persoalan bangsa yang sangat serius.
“Kami berharap kepada ketua-ketua partai yang memiliki perwakilan di MKD untuk juga segera mengambil langkah. Kita tahu persis bahwa para anggota DPR dan terutama mereka yang menjadi anggota MKD itu akan tunduk sepenuhnya kepada ketua partai itu. Sehingga jangan sampai ada upaya dari ketua-ketua partai untuk melindungi orang tertentu apalagi mereka yang sudah jelas melangrar etika dan sudah jelas perilakunya tidak lagi mencerminkan sebagai anggota dewan yang terhormat,” katanya.
Para tokoh lintas agama yang hadir dalam jumpa pers tersebut antara lain DR. Abdul Mu’ti (Sekum PP Muhammadiyah), Pdt. Gomar Gultom, MTh (Sekretaris Umum PGI), Imam Pituduh (Wakil Sekjen PB NU), Pdt. DR. Andreas A. Yewangoe (Mantan Ketua Umum PGI), Rm. Guido Suprapto (KWI), Rm. Franz Magnis-Suseno (Rohaniwan Katolik), Ketut Purwata (Sekum PHDI), Kristan (Matakin), dan Handoyo (Forum Masyarakat Jakarta).
Editor: Jeirry Sumampow