Pelatihan-Workshop HIV dan AIDS untuk Sekolah Teologi di Indonesia

Pdt. Krise Gosal saat menyampaikan sambutan sekaligus membuka kegiatan Pelatihan dan Workshop HIV dan AIDS untuk Sekolah Teologi di Indonesia

JAKARTA,PGI.OR.ID-Christian Conference of Asia (CCA) bekerjasama dengan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Perhimpunan Sekolah-sekolah Teologi di Indonesia (PERSETIA) menyelenggarakan Pelatihan dan Workshop HIV dan AIDS bagi Sekolah-sekolah Teologi di Indonesia, 26-28 Oktober 2015 di Grha Oikoumene, Jakarta.

Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari berturut-turut ini, diikuti sekitar 40 orang peserta yang terdiri dari para dosen sekolah telogia, pimpinan gereja, dan aktivis HIV dan AIDS.

Dr. Alpinus Kambodji saat menyampaikan pengantarnya
Dr. Alpinus Kambodji saat menyampaikan pengantarnya

Wakil Sekretaris Umum PGI Pendeta Krise Anki Rotti-Gosal dalam sambutannya saat membuka kegiatan ini, Senin (26/10) mengungkapkan, PGI sangat gembira, dan berharap hasil dari pelatihan dan workshop dapat menjadi masukan yang baik bagi 89 sinode gereja-gereja anggota PGI. “Memang ada gereja yang sudah melatih sendiri, tetapi ada juga yang masih sama sekali ada diskriminasi dan stigma tentang HIV dan AIDS dalam unsur-unsur pengajaran gereja maupun di dalam program-program yang dilakukan. Sebab itu kami sekali lagi menyambut kegiatan ini,” jelasnya.

Pendeta Krise menambahkan, PGI melalui Departemen Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan didalamnya juga melaksanakan amanat dari Sidang Raya PGI yaitu pemberdayaan gereja menanggulangi HIV dan AIDS. Program tersebut dilaksanakan melalui program lintas bidang dan berjejaring dengan pemerintah, mitra, dan dan LSM termasuk didalamnya konas Gereja dan AIDS yang sudah 6 kali dilaksanakan.

Sementara itu dalam pengantarnya, Konsultan Program HIV dan AIDS CCA Dr. Alphinus Kamboji menyampaikan bahwa latarbelakang kegiatan ini telah dirancang sejak 2012 untuk tiga tahun (2012-2016), dan salah satu isu program HIV dan AIDS di CCA adalah untuk kita tidak hanya “bermain” mengenai HIV dan AIDS hanya untuk menangani yang sakit, atau yang terdampak, tetapi dalam upaya pencegahan.

“Jadi kita tidak main di hilir, tetapi hulu. Ini yang belum banyak dilirik oleh pemain-pemain HIV dan AIDS di seluruh dunia. Mereka masih terfokus kepada kelompok key effective population, atau populasi yang berdampak langsung dengan HIV dan AIDS. Nah, ini bagian dari salah satu strategi yang bagus untuk kita greja-gereja termasuk PGI,” jelas Kamboji.

Beberapa peserta pelatihan dan workshop
Beberapa peserta pelatihan dan workshop

Lebih jauh dia menjelaskan: “Tujuan dari program ini adalah agar dosen-dosen STT punya ketrampilan, kepedulian dan pemahaman yang lebih mantab terkait isu HIV dan AIDS agar dapat dimasukkan dalam mata kuliah atau kurikulum di pendidikan teologi. Selain itu, memiliki kemampuan bagaimana mengajarkan isu ini di dalam kegiatan perkuliahan.

“Untuk sekolah-sekolah teologi yang ada di Asia kita bekerjasama dengan tiga lembaga besar pertama Serampul, untuk kawasan India, dan itu sudah kami laksanakan tahun lalu, dan sekarang khusus di Indonesia dengan PERSETIA yang punya banyak anggota, dan tahun depan kami akan bekerjasama dengan ATESIA untuk sekolah-sekolah teologi yang ada di luar Indonesia dan India yang ada di Asia,” jelasnya.

IMG_5080Dalam pelatihan dan workshop kali ini, peserta akan mendapat masukan melalui sejumlah topik yang akan dibahas, seperti HIV dan AIDS dalam sorotan biblikal, situasi HIV/AIDS di Indonesia dan aspek-aspek medis yang terkait, dialog dengan key effective population, HIVdan AIDS dari perspektif etik, secara kontekstual lintas agama, aspek pastoral konseling, dan kaitannya dengan human seksuality.

Di hari terakhir, akan dilakukan workshop untuk mengetahui bagaimana penyusunan silabus mengenai HIV dan AIDS dalam mata kuliah dan kurikulum di sekolah teologi.
Editor: Jeirry Sumampow