ROTE NDAO, PGI.OR.ID – Persidangan Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) yang akan berlangsung di Bumi Ti’i Langga Permai – Klasis Lobalain. Rote Ndao dari tanggal 20 September hinga 2 Oktober 2015, berperan sangat penting bagi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan Sinodal.
Semua kebijakan dan keputusan sinodal tentang pelayanan sebagus dan sebaik apapun tidak ada manfaatnya bila tidak dapat diimplementasikan dan dilaksanakan bagi peningkatan/pengembangan pelayanan jemaat. Dalam kesadaran inilah, Majelis Sinode GMIT telah menetapkan langkah-langkah strategis untuk menjawab berbagai pergumulan dan permasalahan yang dihadapinya.
Berdasarkan rumusan Misi GMIT, yakni “Mengembangkan teologi dan spiritualitas yang menyatakan jati diri GMIT sebagai utusan Kristus yang oleh karenanya memungkinkan keterlibatan segenap anggota jemaat GMIT dalam berbagai bidang kehidupan di dunia sebagai pengejewantahan kesaksian hidup,” misi tersebut menginspirasi tema pelayanan GMIT Periode 2016-2019: “Yesus Kristus adalah Tuhan (Filipi 2:11)“.
Tema ini dikemukakan dengan dasar pemikiran yang alkitabiah, teologis-eklesiologis, di mana GMIT mengakui Yesus Kristus selaku Pemilik dan Kepala Gereja; Bdk. 1 Korintus 3:11: “Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus”.
Tema tadi diangkat dengan dasar pemikiran bahwa selama tiga periode perturut-turut (2003-2007, 2007 – 2011, 2011 – 2015), belum sepenuhnya dialami dan dirasakan baik di kalangan GMIT dalam hubungan dengan lingkungannya (alam, gereja lain, agama lain, pemerintah, dsb.). Hal ini dikarenakan ke-Tuhan-an Yesus Kristus, Sang Pembawa Damai Sejahtera, belum sepenuhnya terimplementasikan dalam kehidupan dan pelayanan GMIT.
Ke-Tuhan-an Yesus dapat diartikulasikan sebagai suatu kesaksian di tengah pergumulan GMIT menghadapi arus globalisasi dan tantangan zaman sehingga “tidak pudar” dalam dunia postmodern ini, di mana ilah-ilah zaman termasuk sekularisme semakin mendunia dan mempengaruhi iman kristiani. Dengan demikian, untuk menjaga komitmen GMIT sebagai gereja yang Kristosentris, yang manata dirinya berdasarkan pemerintahan Kristus, maka tidak ada ruang bagi kita untuk mempertahankan statusquo, pementingan diri dan pemuliaan diri.
Dalam rencana Sidang Sinode GMIT untuk membahas pemahaman yang menyeluruh, maka Pdt. Dr. A.A. Yewangoe akan membahas Tema Sidang Sinode GMIT XXXIII.
Sub Tema dalam Sidang Sinode GMIT ini adalah, “Berdasarkan Kasih Kristus, Kita Bertolong-tolongan Menanggung Beban Kehidupan Sebagai Sesama Anggota Gereja, Masyarakat, Bangsa dan Negara (Bdk. Gal. 6:2).” Pdt. Prof. Dr. John Titaley, Drs. Jakob Tobing, MM dan Drs. Leonard Haning, MM akan membahas Sub Tema tersebut dalam Sinode ini, masing-masing akan membahas dari kajian sosiologi antropologi, kajian hukum dan politik serta kajian birokrasi dan pemerintahan.
Untuk mewujudkan rencana strategis di atas, maka Persidangan Sinode merupakan wadah yang tepat guna merumuskan dan menetapkan apa yang harus dilakukan GMIT selama empat tahun ke depan. Untuk mencapai maksud ini, maka diperlukan perencanaan dan persiapan yang baik bagi penyelenggaraan persidangan Sinode ini, agar berjalan dengan baik, efisien dan efektif dari segi waktu dan dana. Terlebih dari itu, menghasilkan keputusan-keputusan yang dapat menjawab pergumulan serta peningkat-an/pengembangan pelayanan.
Makna Logo Sidang Sinode GMIT XXXIII:
- Selimut motif Rote melingkari pulau Rote dari arah barat pulau (Thie), selimut sebagai ilustrasi penyebaranagama Kristen pertama kali disebar luaskan ke seluruh wilayah Rote oleh Raja Thie (Foe Mbura/Benyamin Messakh). Tenunan motif juga menggambarkan sebuah rajutan kesatuan dari beragam perbedaan menjadi sebuah modal kekuatan yang harmonis untuk membangun gereja dan daerah serta bangsa.
- Tarian kebersamaan/persatuan yang menggambarkan suasana sukacita/kegembiraan menyambut Sidang Sinode GMIT 33 di Rote Ndao. Sukacita dan semangat kebersamaan/persatuan ini harus menjadi spirit/jiwa dari Sidang Sinode GMIT 33 di Rote Ndao.Kebalai:
- Sembilan orang yang bergandengan tangan dalam kebalai menunjukan bulan ke Sembilan/ September (bulan kegiatan sidang sinode) sekaligus angka kesempurnaan dalam budaya Rote (9=SIO). Sembilan orang ini sementara bergandengan tangan dan mengelilingi Salib dan Alkitab di atas pulau Rote juga menggambarkan harapan dan do’a agar api Injil yang pernah dibawa keluar dari daerah ini terus menyala di atas pulau ini.