GPM Rumahtiga Ambon Berikan Pelatihan Kerja bagi Pemuda

AMBON, PGI.OR.ID – Bila gereja di Ambon menjalin kerjasama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) dan memberikan pelatihan keterampilan kerja bagi pemuda di Jemaat, maka ada harapan akan menjadi bekal pengembangan potensi pemuda yang berarti juga perbaikan ekonomi rumah tangga jemaatnya. Satu langkah praktis mengatasi pengangguran serta kemiskinan di jemaat di Patahuwe, Klasis GPM Taniwel, Kabupaten Seram Bagian Barat.

Kegiatan yang menjadi bagian dari Komisi Pekabaran Injil (PIKOM) ini berlangsung sejak 7-15 Juli 2015, merupakan wujud kemitraan antara Jemaat GPM Rumahtiga dan Jemaat GPM Patahuwe sejak tahun 2013 yang lalu.  Adapun keterampilan yang dilatih pada bidang kelistrikan, meubeler dan pertukangan serta perbengkelan. Para peserta berasal dari Jemaat Patahuwe, Nunialy dan Hulung.

Menurut A. Pattimahu, Ketua Komisi PIKOM Jemaat Rumahtiga, kegiatan ini dilaksanakan setelah menganalisa potensi dan masalah di jemaat mitra, dengan mengajak BLK Ambon, maka diharapkan tersedianya tenaga ahli dan peralatan yang dibutuhkan.

“Kami berharap agar mereka yang dilatih dapat mengembangkan diri secara baik, sehingga ada efek positif yang bisa ditularkan kepada orang lain”, kata Pattimahu.

Proses pelatihan berlangsung dalam waktu dua minggu memberikan pembekalan bagi peserta, ada kesan dan harapan besar untuk mengembangkan semua pengetahuan dan teknik bekerja sesuai keahlian yang telah diberikan.

Sekerone, seorang pemuda peserta pelatihan, mengatakan bahwa peserta dapat menyerap apa yang dia lakukan dalam proses pelatihan dari awal. Namun Sekerone mengatakan ada kendala modal yang sangat dibutuhkan untuk memulai usaha setelah pelatihan. “Tanpa modal kita akan berusaha apa adanya, tentunya bertahap tidak bisa sekaligus,” kata Sekerone.

Peserta yang mengikuti pelatihan meubeler, sudah bisa membuat satu buah lemari kayu. Namun ada kendala peralatan yang tidak dimiliki untuk bekerja mandiri. “Harapan saya kalau dapat kita diberikan modal dan alat supaya kita dapat melanjutkan kerja. Karena jika peralatan itu terlambat satu sampai dua tahun baru di miliki, maka kita akan lupa semua yang sudah di latih. Sebab kita tidak pernah mengulanginya kembali, jika tidak ada modal yang diberikan, maka kita juga akan ‘kesal’ karena hanya buang-buang waktu dua minggu lebih untuk berlatih setelah itu kita tidak dapat bekerja,” demikian kata Thomas Upui menjelaskan selain pengetahuan juga memerlukan modal awal untuk kelanjutannya. (sinodegpm.org)