BANDUNG, PGI.OR.ID – Bandung sebagai ibukota propinsi dengan tingkat kasus intoleransi tertinggi di Indonesia, mempunyai tantangannya sendiri. Warganya datang dan pergi dari berbagai daerah, untuk mencari penghidupan. Beragam etnis, agama, tingkat pendidikan dan kemampuan ekonomi, saling beririsan hari demi hari di kota yang cukup padat.
Di tengah-tengah keberagaman itu, merintis upaya-upaya perdamaian sangat penting dilakukan semua pihak. Tidak mudah memang, karena prasangka dan ketakutan sering disuapkan secara tidak bijak oleh media massa kita. Isu-isu pemurtadan, kekerasan, menjadi kekhawatiran yang mencederai masyarakat kita.
Teman-teman muda lintas agama di Bandung tidak hanya berpangku tangan mengeluhkan keadaan, mereka mewadahi diri dalam berbagai gerakan perdamaian dan jejearing di Kota Bandung. Gerakan Bandung Lautan Damai, Silaturahmi JAKATARUB sebagai jejaring kerja gerakan perdamaian antar umat beragama dibentuk untuk menjalin kerjasama dengan para pengurus rumah ibadah di Bandung.
Silaturahmi antar umat beragama digelar selama bulan Ramadhan ini. Gereja Kristen Pasundan (GKP), Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kebonjati, Paroki St. Mikael, Gereja Isa Almasih (GIA) Budiman, telah membuka ruang demi mempertemukan jemaat dengan warga sekitarnya. Sambil menemani sahabat yang akan berbuka puasa, perbincangan santai pun terjalin manis: toleransi antar agama, situasi kota, nasib pendidikan kita, budaya nusantara, dan banyak lainnya.
“Wah, hebat ya kita bisa melihat ibu-ibu berkerudung, bapak-bapak berkopiah datang ke tempat kita. Ternyata mereka ngga anti sama kita,” bisik polos seorang ibu jemaat. Ia dengan penuh semangat menyalami para tetangga yang hadir.
“Gereja memang harus terbuka sama masyarakat, jemaat haraus didorong untuk lebih aktif di kegiatan-kegiatan sosial, supaya manfaat khotbah itu tidak sekedar masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan,” ungkap Suherman Chandra, anggota majelis GKI Kebonjati yang hadir di acara Ramadhan di GKI Kebon Jati, Kamis (30 Juni).
“Kemajemukan adalah kekayaan yang harus kita syukuri. Hargai perbedaan tanpa kehilangan identitas masing-masing,” ujar Pdt. Yosafat Sugeng dari GIA, saat memberi sambutan.
Rasa persaudaraan inipun, menyemangati para pengurus DKM Mesjid An-Nasir. Seminggu kemudian, mereka turut mengundang warga lintas agama untuk ngabuburit di mesjid.
Selain itu, Bandung pun telah berkali-kali menjadi tuan rumah Dialog Kemanusiaan bersama Ibu Hj. Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, yaitu program rutin yang diselenggarakan Ibu Shinta setiap Ramadhan, sejak 15 tahun terakhir. Kali ini, Buka Puasa diselenggarakan di Pendopo Walikota Bandung dan Sahur diadakan di Pesantren Daarut Taubah Bandung.
“Setiap kali saya datang ke Bandung, saya selalu merasakan bahwa Indonesia itu ada di sini. Nampak sekali keberagaman tersebut, dan tampak pula kerjasama dan toleransi satu sama lain,” ungkap istri mantan presiden ke-4 RI ini. Bersyukur, ada 18 komunitas telah bahu membahu menyelenggarakan kegiatan yang cukup besar ini.
Saat Adzan Maghrib berkumandang, warga pun saling bersalaman, menikmati manisnya persaudaraan. Inilah warna-warni jembatan perdamaian yang dibangun oleh warga Bandung.
Indonesia, rumah kita bersama masih membutuhkan ribuan jembatan untuk menyatukan ratusan juta hati warganya.
(Kontributor: Yunita Tan/Pengurus JAKATARUB)