Diskusi Publik di Grha Oikoumene: Wajah Demokrasi di Indonesia

Yudi Latif (tengah) sedang menyampaikan pemaparannya dalam diskusi publik di Grha Oikoumene, Kamis (9/7).

JAKARTA, PGI.OR.ID – Yudi Latif mengatakan wajah demokrasi saat ini lebih bercorak demokrasi yang semakin predatoris karena faktor sistem hukum yang lemah, kekuatan modal sangat timpang, rasio gini yang lebar, tingkat pendidikan yang masih rendah yang kesemuanya berakibat semakin dalam masuknya oligarki kapitalistik.

Hadir di aula Grha Oikoumene sekitar 50 peserta peserta diskusi publik yang bertema, “Wajah Demokrasi di Indonesia,”  yang dilanjutkan dengan kegiatan  buka saum bersama di Grha Oikoumene, Kamis (9/7).

Diskusi ini menghadirkan pembicara Yudi Latif dan AE Priyono yang sekaligus dilaksanakan untuk saling bersilaturahmi para mitra kerja Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC) PGI. Pendeta Penrad Siagian, Sekretaris Eksekutif Bidang KKC bertindak sebagai moderator dalam acara ini.

Peserta yang hadir cukup antusias mengikuti seluruh rangkaian acara, yang berasal dari berbagai organisasi yang mewakili ICRP, Ahmadiah, CDCC, Yayasan Indonesia Tanpa Diskriminasi, Pena HAM, Forum Papua, GMKI dan PIKI, sedangkan dari organisasi keagamaan yang hadir antara lain dari Walubi, lembaga Gandi, PHDI, Matakin dan Sinode GKI.

Prasyarat Berdemokrasi di Indonesia

Dalam paparannya, Yudi Latif mengemukakan setidaknya ada tiga prasyarat demokrasi yang selama ini telah diabaikan yang menyebabkan demokrasi Indonesia berada dalam kemunduran. Tiga prasyarat tersebut adalah,  pertama, kurangnya prasyarat kecerdasan berdemokrasi, yang berupa rasionalitas yang mampu menghindari egosentris komunitarian; kedua, prasyarat ekonomi tidak mendukung, karena yang ada adalah kesenjangan yang justru menciptkan demokrasi berbiaya tinggi, dan ketiga, ketidak konsisten menjalankan komitmen dalam menjalankan sila ke 4 dan 5 yang merupakan basis sistem Demokrasi Pancasila dan Ekonomi Pancasila.

Demokrasi Pancasila dalam penjelasan Yudi Latif menjelaskan, bila hanya sampai pada sila pertama hingga ke tiga, hanya akan memunculkan sistem borjuis, karena pada kenyataanya sila ke empat dan sila kelima, tidak mampu dipenuhi. Yudi Latif menyinyalir para perumus UUD tidak memikirkan terlalu jauh, dan merumuskan apa yang disebut dengan logika Demokrasi Perwakilan.

Di dalam sistem Demokrasi Perwakilan, hampir semua prosedur langsung terpilihnya wakil rakyat, hampir tidak diberi ruang bagi mekanisme melibatkan rakyat di dalam proses-proses penyaluran aspirasi politik. Menjelaskan hal ini, Yudi Latif menjelaskan beberapa hal sisten berdemokrasi di negara lain, dimana masih ada mekanisme ketika rakyat memiliki akses-akses aktualisasi politik, melalui mekanis recall dan persetujuan perundangan yang harus dimintakan persetujuan kepada rakyat.

Di pihak lain dalam prosedur demokrasi langsung, secara ekonomi memberikan keleluasaan kekuatan modal bisa berlangsung lebih buruk, seperti sekarang ini. Yudi Latif mensinyalir telah lahir sistem oligarki kapitalis yang tidak selalu mempertimbangkan logika-logika meritokrasi.