PGI – Jakarta. Ketika insiden penembakan Paniai terjadi, sejumlah pihak menyuarakan pembentukan Tim Pencari Fakta. DPRP, Komnas HAM, dan GKI Tanah Papua telah mengirimkan timnya ke Paniai untuk mengumpulkan fakta lapangan. Namun kelemahan TPF di antaranya adalah tidak ada kewajiban bagi lembaga politik yang membentuk TPF (seperti Presiden atau Menteri) untuk mengumumkan hasilnya, seperti yang terjadi pada TPF Munir. Dan jika rekomendasi adanya proses peradilan dilaksanakan oleh lembaga yang menunjuk TPF, peluangnya hanya dua: peradilan militer kalau ada tersangka yang merupakan anggota TNI atau peradilan umum kalau yang menjadi tersangka adalah anggota kepolisian. Artinya, peradilan HAM tidak dimungkinkan.
KPP HAM adalah mekanisme penyelidikan yang lebih dapat memenuhi rasa keadilan. Tim KPP HAM hanya bisa dibentuk oleh Komnas HAM. Berdasarkan hal tersebut PGI berharap kepada Komnas HAM membentuk KPP HAM untuk Kasus HAM di Paniai karena hanya institusi inilah yang berhak membentuk Tim KPP HAM dalam mekanisme Sidang Paripurna Komnas HAM.
Komnas HAM perlu mendapat dukungan luas dari korban dan masyarakat umum bahwa langkahnya memang sejalan dengan keinginan masyarakat. Tanpa dukungan luas ini, Komnas HAM akan ragu bertindak karena dia akan menabrak tembok impunitas sendirian dan berisiko tinggi bagi kinerja Komnas HAM.
Hingga hari ini, Pengadilan HAM permanen baru dibentuk untuk Kasus Abepura. Tujuh berkas kasus lainnya masih mengendap di Kejakgung hingga detik ini dan ini merupakan PR besar Kabinet Jokowi. Dari 7 kasus itu dua berkas berasal dari Papua: Wasior 2001 dan Wamena 2003.
Selengkapnya Press Release ini dapat diunduh di sini:
Be the first to comment