Hari ini tanggal 22 Desember kita merayakan Hari Ibu, sebuah momentum yang khusus didedikasikan untuk mengingat secara bersama terhadap pengtingnya peran seorang ibu baik dalam keluarga –untuk suami dan anak-anak- maupun lingkungan sosial.
Seorang ibu memiliki peran yang sangat penting kehidupan kita, bagi Anda dan saya. Akan tetapi setiap orang tentu saja mengalami peran seorang ibu secara berbeda-beda, namun tidak bisa disangkal bahwa seorang ibu menjadi determining factor (faktor penentu) dalam kehidupan seseorang di masa yang akan datang.
Dalam tulisan ini saya sesungguhnya tidak membesar-besarkan peran ibu saya. Akan tetapi mengangkat ke permukaan dampak positif dari apa yang sudah dilakukan oleh ibu dalam kehidupan kita tidak hanya sebagai bentuk apresiasi, tapi sekaligus mengingatkan para ibu bahwa peran mereka sangat besar, agar mereka tidak main-main dengan status sebagai ibu.
Ibu saya meninggal hampir 17 tahun yang lalu. Namun teladan beliau tetap dalam ingatan saya. Hal-hal yang akan anda simak hanyalah sebagian dari hal-hal besar yang sudah ditunjukkan oleh ibu kepada kami. Tidakkah seorang ibu yang sudah melahirkan 10 orang anak layak untuk sebut sebagai orang yang hebat? Tentu saja layak.
Saya yakin anda juga mengalami hal yang sama. Mudah-mudahan apa yang saya tulis di sini menyalakan kembali kenangan anda bersama ibu anda. Ibu saya mengajarkan 22 hal ini, bagaimana dengan ibu anda?
1. Agar selalu mencari Tuhan
Hal paling mendasar yang diajarkan ibu kepada kami 10 bersaudara adalah agar selalu mengutamakan Tuhan di atas hal-hal yang lain. Dulu, pergi ke gereja pada hari Minggu dan hari raya lain merupakan kewajiban bagi kami semua. Bagi orang tua kami takut akan Tuhan adalah kewajiban, dan takut akan hantu atau roh jahat adalah pilihan. Pesannya adalah untuk mendahulukan Tuhan dan segala sesuatu yang lain pasti akan bisa ditambahkan.
2.Selalu bersyukur
Segala sesuatu muncul dalam kehidupan bukan karena kebetulan tetapi karena kemurahan Tuhan. Ibu dan bapak selalu mengajarkan agar kami selalu bersyukur karena tidak semua orang mendapatkan apa yang kami dapat.
3. Mengakui kesalahan
Dulu kami mendapat pembagian tugas yang sangat jelas misalnya untuk memasak, menimba air, mencuci piring, memberi makan kuda, menjaga padi ketika sudah menguning, atau mengairi sawah sepulang sekolah. Tapi waktu itu seringkali tidak dijalankan secara penuh dan kami berdalih bahwa terjadi sesuatu sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan. Ibu hanya selalu mendesak agar kami jujur dan mengakui kesalahan, karena berkata tidak jujur mempunyai dampak berantai.
4.Meminta maaf dan memaafkan
Kami sepuluh bersaudara, dan seringkali hal-hal kecil bisa menyebabkan terjadinya keributan besar. Ibu selalu mencaritahu siapa yang memulai terlebih dahulu, maka dialah orang yang harus meminta maaf. Sebaliknya yang menjadi ‘korban’ harus memaafkan. Meminta maaf dan memaafkan memang terasa berat, akan tetapi itu merupakan nilai yang harus ditanamkan.
5.Kalau menolong orang jangan setengah-setengah
Ibu saya seorang yang sangat murah hati. Tetapi kadang kala kemurahan hati itu menyakitkan buat anak-anaknya. Suatu ketika ada tetangga sekampung yang datang meminta beras. Saat itu beras tinggal sedikit. Ibu langsung saja memberikan semuanya kepada orang itu, sedangkan kami hanya makan jagung. Ibu bilang,”Tadi pagi kan kita makan nasi. Ibu tadi itu belum makan sama sekali. Kita tidak akan mati kalau makan jagung.”
Selanjutnya ibu berkata begini,”Kalau mau dikenang sebagai orang baik, berikan yang terbaik.” Ini selalu menjadi tantangan, bukan?
6.Maksimalkan talenta
Waktu saya masih di tingkat Sekolah Dasar ibu saya membaca bahwa saya mempunyai bakat seni hanya karena saya bisa menyanyi lagu Di Pucuk Pohon Cemara yang disinkronkan dengan bunyi piring, gelas, botol, dan ember. Ibu pun berpesan agar kami selalu menemukan potensi dalam diri kami dan harus selalu dikembangkan demi mencapai hidup yang lebih baik, untuk memuji Tuhan dan membahagiakan orang lain.
7.Memberi tanpa imbalan
Ini ada hubungannya dengan poin sebelumnya. Memberi jika mengharapkan imbalan, bukanlah memberi, melainkan berdagang. Kita diberikan talenta oleh Tuhan dan hendaknya itu dibagikan kepada orang lain sehingga dunia ini menjadi tempat yang lebih baik bagi semua orang.
8.Hormati bapak dan ibu guru
Bapak saya adalah seorang guru. Ibu saya melihat guru sebagai orang yang patut dihargai, karena guru menjalankan fungsi ganda di masyarakat, baik sebagai pengajar maupun sebagai pemimpin masyarakat. Ibu saya sangat menghormati guru, bukan saja karena suaminya seorang guru, tapi lebih karena guru mengajarkan kerja keras, kesederhanaan, ketekunanan, kedisiplinan, komitmen pada ilmu pengetahuan dan dan teladan semangat hidup tinggi. Dengan ini pula ibu menekankan bahwa pendidikan sangat penting dan guru adalah pencerah masa depan anak-anaknya.
9. Berteman dengan orang berkisap positif
Ibu saya sering mengingatkan kami agar jangan berteman dengan si A karena dia suka berkelahi atau jangan selalu mengunjungi rumah si B karena dia memiliki ilmu hitam. Para motivator di jaman modern pun member pesan serupa, karena sikap kita juga ditentukan oleh orang-orang dengan siapa kita bergaul. Kalau bergaul dengan orang yang selalu berpikir positif, kita juga akan ketularan semangat positif itu.
10.Kerja keras dan mencintai pekerjaan
Ayah dan ibu saya termasuk pekerja keras. Setipa kali pulang sekolah, bapak langsung pergi ke kebun. Ibu juga demikian. Meskipun bisa membayar orang untuk bekerja, tapi bapak dan ibu senang bekerja di sawah. Intinya adalah kerja keras untuk mencapai apa yang diinginkan.
11.Uang harus selalu dari hasil kerja
Dulu untuk mendapatkan uang dari ibu, kami harus bekerja terlebih dahulu. Uang tidak diberikan secara cuma-cuma, tetapi melalui kerja keras. Hanya ada dua sumber duit: dari mengikuti perintah orang tua dan dari kemurahan orang tua. Jika ada orang yang ingin memberi duit harus ditolak. Mengapa demikian? Karena ibu ragu uang diberikan karena kemurahan orang atau karena diminta. Itu melanggar poin 8 di atas. Intinya adalah uang harus diperoleh secara halal, bukan dengan mencuri.
12.Tidak boleh cepat puas diri
Hidup adalah pembelajaran dan karena itu harus selalu terbuka untuk belajar dari orang lain, untuk berubah, dan terbuka terhadap kritikan. Ketika menerima rapor ketika masih SD, SMP dan SMA, ibu selalu memacu untuk belajar lebih tekun lagi dan tidak boleh puas dengan angka yang sudah didapat.
13. Keluarga selalu menjadi ‘Ring One’
Saya masih ingat setiap akan keluar rumah ibu selalu menasihati saya untuk menjaga adik. Ya, meskipun waktu itu tidak berjalan normal karena kami juga seringkali berkelahi, namun pesan itu intinya menekankan bahwa keluarga adalah di atas segalanya. Keluarga harus menjadi lingkaran nomor satu (ring one) dalam situasi apapun.
14.Setia kepada pasangan hidup
Orang tua jaman dulu memang tidak pernah menyebutkan secara eksplisit apa itu cinta atau soal hubungan suami dan istri. Tapi kesetiaan bapak dan ibu kepada satu sama lain memberikan teladan yang tidak perlu digembar-gemborkan dengan kata-kata. Setia sampai mati, begitu kira-kira maksudnya. Dan itu ditunjukkan ibu saya sampai dia meninggal Februari 1997.
15.Dalam keluarga, uang bukan segala-galanya
Seperti lagu The Beattles “Money can’t buy me love” demikian juga orang tua saya jarang sekali mempermasalahkan uang. Uang ditempatkan pada posisi yang sebenarnya, hanya sebagai sarana, bukan tujuan hidup berumah tangga. Saya tidak pernah mendengar bapak dan ibu bertengkar gara-gara uang. Waktu itu memang uang tidak banyak, tapi barangkali cara berpikir mereka sederhana saja: asalkan tidak kekurangan beras dan jagung untuk makan setiap hari, dan hidup tetap bahagia.
16.Jangan lebih besar pasak daripada tiang
Orang tua saya selalu mengatur keuangan dengan baik. Karena jumlah uang sangat terbatas, orang tua saya pun mengelolanya dengan sangat baik. Dan mereka tidak pernah mengeluh soal duit. Yang saya petik dari itu semua adalah agar hidup tidak boleh lebih besar pasak daripada tiang atau hidup hemat. Ini menjadi tantangan ketika harus hidup di kota besar seperti Jakarta, di mana segala sesuatu tersedia dengan kemasan iklan yang sangat menggoda.
17.Beda pendapat boleh, asal jangan KDRT
Orang tua saya juga sering bertengkar hebat karena perbedaan pendapat. Bukankah itu lumrah dalam kehidupan bersama atau berkeluarga? Namun yang menakjubkan adalah orang tua saya menyikapi perbedaan pendapat itu secara wajar. Suami dan istri boleh berbeda pendapat (bertengkar) tapi tidak boleh sampai terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
18.Jangan menyerah pada kesulitan
Hidup di dunia ini tidak mudah. Ada banyak tantangan yang harus dihadapi. Kualitas hidup kita akan ditentukan oleh bagaimana cara kita menyikapi tantangan itu. Jika berhasil melewati rintangan hidup dengan cara yang manusiawi, cara yang bijak, maka kita akan menjadi orang-orang hebat.
19.Jujur dalam segala hal
Belakangan saya mengenal pepatah ‘kejujuran adalah kebijaksanan terbaik.” Ibu saya sudah menunjukkannya terlebih dahulu dengan menjalani kehidupan yang jujur, sederhana, dan tidak ada poles memoles baik fisik maupun tingkah laku. Kejujuran bukan sebuah tutur kata, tapi karakter yang bisa ditunjukkan setiap saat, bahkan ketika keadaan sangat sulit. Kejujuran bukan sekadar tidak berbohong.
20.Jangan jadi orang murahan
Kedua orangtua saya sangat tegas berkaitan dengan kualitas hidup. Bagi mereka pembentukan karakter anak-anak menjadi prioritas. Karakter adalah kepribadian seseorang yang dibentuk sejak kecil. Nilainya sangat mahal dan semestinya tidak bisa ditukarguling dengan uang, ketenaran, kekuasaan, atau seks. Ketegasan untuk tidak meminta-minta, untuk jujur, terbuka, dll adalah pembentukan karakter.
21.Menghargai orangtua
Ibu saya selalu menjaga hubungan yang baik dengan orangtuanya maupun dengan orangtua ayah saya (mertua). Bagi ibu, tidak ada yang lebih indah dari pada teladan kehidupan orangtua. Ini juga mengajarkan kepada saya bahwa dan juga generasi muda untuk tidak serta merta mencap orangtua sebagai kuno, jadul, dan kurang pergaulan. Semuanya ada zamannya, semuanya indah pada waktunya.
22.Selalu optimis
Bapak dan ibu saya adalah orang yang disiplin dan tegas. Namun mereka juga ingin agar anak-anak mereka menjadi mandiri. Ketika saya harus meninggalkan rumah untuk tinggal di asrama –yang diijinkan pulang hanya dua kali setahun- mereka tidak ikut mengantar. Saya hanya ingat waktu itu ibu berkata,” Kamu pasti bisa.” Kata-kata itu menumbuhkan semangat optimis dalam diri saya.
Bagaimana menurut Anda? Apakah anda juga menemukan hal yang sama dalam diri ibu anda? Silahkan menambahnya dalam kolom komentar di bawah ini.
SELAMAT HARI IBU
Sumber: ucanews.com
Be the first to comment