JAKARTA,PGI.OR.ID-Tim Pengabdian Kepada Masyarakat Program Magister Pendidikan Agama Kristen (MPAK) UKI bersama GMIM Ebenheazer Cikarang, menggelar kegiatan bakti sosial (Baksos) dan pembinaan bertema Spiritualitas Pelayanan di Tengah Masyarakat Majemuk. Baksos berupa pemberian sembako kepada majelis, lansia, janda, korban PHK, dan mahasiswa yang terdampak Covid-19 di Jemaat GMIM Ebenheazer Cikarang, Sabtu (18/7).
Pembinaan secara virtual telah dilaksanakan dalam 2 sesi. Di sesi pertama, Minggu (12/7), nara sumber Ketua Tim PKM MPAK UKI Pdt. Dr. Djoys Anneke Rantung, MTh, mengungkapkan, hakekat spiritualitas pelayanan adalah sikap batin atau arah utama dari diri seseorang atau kelompok. Sumber semangat yang mampu mendorong atau menggerakkan untuk hidup dalam segala aspek kehidupan dalam relasi dengan Allah. Sedangkan masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri atas kelompok-kelompok, yang tinggal bersama dalam suatu wilayah/tempat, tetapi terpisah menurut garis budaya, bahasa, suku, ras, agama, sosial, masing-masing.
Lebih jauh dijelaskan, masyarakat Indonesia yang majemuk merupakan rencana Allah. Sebab itu, kita dituntut untuk dapat bekerja sama secara maksimal, sekalipun dalam perbedaan keyakinan/agama, suku dan budaya. Selain itu, mengatur kehidupan yang harmonis dengan Tuhan dan sesama, serta memiliki kepekaan untuk menaruh belas kasihan dan menolong sesama.
Sementara itu, Allah juga memiliki tujuan dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, yaitu, agar kita saling belajar hidup dalam perbedaan dan bertoleransi, membangun saling percaya, memelihara saling pengertian serta mewujudkan perjumpaan lintas budaya dan agama.
Menurutnya, dalam pelayanan di tengah masyarakat majemuk banyak menghadapi tantangan, seperti rentan konflik, pengkotak-kotakan, adanya klaim kebenaran, persoalan moral, mudah tersinggung, egoisme/individualism dan keuangan. Sebab itu, wujud spiritualitas yang harus tercipta dalam dalam pelayanan di tengah masyarakat yang majemuk ialah apa yang tertulis dalam Roma 12:18, yaitu hiduplah dalam pendamaian dengan semua orang.
Sedangkan di sesi kedua, Minggu (19/7), mahasiswa Program MPAK UKI Pdt. Meyke Poluan, STh, dan Vivilia Macarauw, SE menjadi nara sumber, yang secara khusus menilik pelayanan kepada generasi muda. Keduanya melihat pemuda merupakan sumber daya yang sangat penting dalam pelayanan. Sebab itu, mereka (pemuda, red) perlu mendapat perhatian serius karena banyaknya tantangan yang dihadapi sekarang ini, mulai dari penyalahgunaan narkoba, seks bebas, serta persoalan sosial lainnya. Belum lagi pengaruh media sosial yang gandrung diminati oleh kaum muda. Dan kuncinya ada pada keluarga, untuk terus-menerus memberikan bimbingan. Selain itu, gereja juga harus melibatkan mereka dalam setiap pelayanannya, dengan memperhatikan format pelayanan kreatif agar menarik minat anak muda, dan sekaligus ajang untuk mengembangkan talenta.
Pada kesempatan itu, sebagai penanggap, Dr. Demsy Jura, MTh, melihat memang tidak mudah melihat persoalan anak muda, karena pada saat itu mereka masih mencari jatidiri. Jika salah memutuskan, maka akan sangat berbahaya. “Maka gereja harus memberdayakan mereka. Jika adalah masalah, dijaga atau diawasi, tugas keluarga juga penting. Memang begitulah dinamika anak muda. Maka jika ada yang salah segela lakukan pembinan dengan intens,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Pdt. Dr. Djoys Anneke Rantung, MTh. Menurutnya, harus dipahami betul apa yang menjadi pergumulan anak muda, terlebih ditengah proses pencarian jatidiri. Sebab itu, pentingnya asupan positif sejak dini dan bagi pembentukan spiritualitasnya, dengan melibatkan keluarga, gereja, dan lembaga pendidikan.
“Kita memberi lompatan untuk mereka mengembangkan diri, dan jika ada pemuda yang tidak mau terlibat perlu pendekatan pribadi, disamping perlunya kreatifitas pelayanan sehingga merasa diperlukan. Jadi memang banyak fanyak faktor yang mempengaruhi. Tidak ada orangtua yang ingin anaknya gagal dalam hidup. Tetapi belum ada kata terlambat untuk memberi yang terbaik. Dan jangan lupa pentingnya quality times, untuk berdialog, berdiskusi sehingga terbangun relasi yang baik antara anak dengan orangtua,” jelasnya.
Terkait sosial media, Djoys melihat perlu diadopsi, tetapi dengan tetap melihat sisi positif-negatifnya. Sisi positifnya, medsos dapat digunakan sebagai sarana untuk pengajaran dan memotivasi, termasuk untuk anak muda.
Pewarta: Markus Saragih