JAKARTA,PGI.OR.Dua peristiwa penting dalam kehidupan Sekretaris Umum PGI Pdt. Gomar Gultom yaitu menapaki usia 60 tahun dan 33 tahun kependetaannya, menjadi momentum dari peluncuran buku berjudul Bersyukur dalam Karya: Pdt. Gomar Gultom di Hati Keluarga dan Sahabat, di Aula Lt. 8 Kantor PBNU Jl. Kramat Raya No. 164, Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7). Buku ini berisi kesaksian dan testimoni para keluarga serta sahabat.
Parosesi peluncuran ditandai dengan penandatanganan figura bergambar sampul dari buku tersebut oleh Koordinator Tim Kerja Dr. David Tobing, Ketua Watimpres RI Sri Adiningsih, Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud, dan Pdt. Gomar Gultom.
Ahmad Nurcholish dan Franky Tampubolon, selaku penyunting, dalam pengantarnya di buku ini mengungkapkan, melalui cerita dalam buku ini ingin mengatakan, bahwa Bang Gomar memiliki karakter dan kompetensi yang tinggi sebagai pendeta yang berguna tidak hanya bagi kalangan Kristen. Namun juga masyarakat luas khususnya bangsa Indonesia. Selain itu, Bang Gomar bisa juga dikatakan menjadi tokoh “di belakang layar” di balik kesuksesan banyak orang dan juga banyak kesuksesan advokasi masyarakat, bahkan juga di balik sejarah reformasi Indonesia dari Orde Baru ke Orde Reformasi.
Figur Pdt. Gomar yang tidak hanya berguna bagi gereja tetapi juga masyarakat, diamini Ketua Umum PGI Pdt. Dr. Henriette T. Hutabarat-Lebang. “Dalam buku ini sangat jelas bagaimana Pdt. Gomar dikenal oleh semua kalangan sebagai sosok yang tidak hanya memikirkan kepentingan gereja, tetapi juga kehidupan kebangsaan, dan kemajemukan di Indonesia. Kehadirannya menjadi simbol tidak hanya untuk gereja, tapi lintas iman, yang saat ini membutuhkan kerjasama dan bergandengan tangan dalam menghadapi tantangan yang ada. Buku ini bagi saya juga menekankan aspek relasi yang sangat penting dalam membangun bangsa,” ujar Ketum PGI saat menyampaikan sambutan.
Hal senada juga disampaikan Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc. Dia melihat Pdt. Gomar sosok pendeta yang kiprahnya tidak hanya aktif di komunitas Kristen saja, tetapi juga dalam bidang kebangsaan dan kemajemukan. “Benar apa yang disampaikan Budiman Sujatmiko bahwa kalau kita hanya berkutat dengan kelompoknya masing-masing maka bangsa ini tidak akan maju, dan Pdt. Gomar telah berbuat untuk semua elemen masyarakat, termasuk generasi muda melalui acara ini,” tandasnya.
Lanjut Sri, sebagai sesama anak bangsa, kita harus merajut kebangsaan dan kebhinekaan demi bangsa Indonesia. “Pembangunan telah dilakukan, tidak hanya fisik tetapi juga SDM. Namun memang masih ada ketimpangan yang lebar. Sebab itu, dengan perbedaan yang ada hendaknya tidak menjadi alat untuk perpecahan. Melainkan, dalam perbedaan itu kita dapat bersama-sama memajukan bangsa ini, dalam rangka meraih cita-cita para pendiri bangsa,” katanya.
Pandangan kedua tokoh ini tidak jauh berbeda dengan KH. Marsudi Syuhud. Dalam buku ini, Marsudi menilai Pdt. Gomar telah menunjukkan betapa pentingnya kebersamaan yang intens, dan duduk bersama membicarakan solusi bersama, serta menunjukkan fungsinya menjadi kekuatan yang menyejukkan. Selain itu, sebagai pendeta yang tidak hanya mengurusi ibadah kekristenan saja, tapi sangat intens dalam menjalankan ibadah sosial sebagai penjaga moral bangsa.
Masih dalam buku ini, Franz Magnis Suseno melihat Sekum PGI sebagai pendeta yang melibatkan diri dalam perjuangan rakyat kecil demi hak-hak mereka, membantu untuk melawan kekuatan para raksasa perekonomian kita yang selalu mendapat dukungan dari kekuatan-kekuatan politik yang mengharapkan memanen untung. Pdt. Gomar ikut memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, hak-hak dari para petani di tepian sungai Asahan, kelompok-kelompok minoritas, dan masyarakat marjinal.
Terkait pembuatan buku ini, David Tobing menguraikan bahwa pada awalnya dia menantang Pdt. Gomar ketika menapaki usia 60 tahun untuk membuat buku. “Namun buku ini tidak bisa terbit pada HUT ke-60, pada 8 Januari lalu. Akhirnya dipilihkan waktu peluncuran buku ini pada 27 Juli 2019 bertepatan dengan 33 tahun kependetaan Gomar Gultom,” katanya.
Pada kesempatan itu, Pdt. Gomar Gultom menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah menyelenggarakan kegiatan ini, secara khusus kepada David Tobing. “Dipilihnya tanggal 27 Juli memiliki makna tersendiri dalam hidup saya, karena pada 27 Juli 1986 saya ditahbiskan menjadi pendeta HKBP di Medan. Lalu 10 tahun kemudian HKBP diobrak-abrik oleh Rezim Orde baruSuharto. Saya akhirnya harus terpisah dengan istri dan anak yang masih berumur 5 tahun pada waktu itu,” katanya.
Lounching buku Bersyukur dalam Karya: Pdt. Gomar Gultom di Hati Keluarga dan Sahabat, diawali dengan diskusi reflektif mengenai peran agama di tengah kondisi bangsa. Diskusi yang dipandu oleh Raja Juli Antoni ini, menghadirkan narasumber dari kalangan muda, diantaranya Nafidah I. Huda (PW GPII Jakarta Raya), Riaz Muzaffar (Pemuda Baha’i), Nico (Pemuda Katolik), Yugi Yunardi (Ketum DPN Paling), dan Budiman Sujatmiko (Komisi II DPR RI).
Tidak hanya MPH-PGI, staf, karyawan, dan keluarga, sejumlah tokoh lintas agama, aktivis lintas agama, pimpinan ormas, pendeta, anggota legislatif, dan mahasiswa, hadir dalam acara ini.
Pewarta: Markus Saragih
COPYRIGHT © PGI 2019