CISARUA,PGI.OR.ID-Mengelola aset, termasuk aset gereja bukan perkara mudah. Jika salah memutuskan tidak menutup kemungkinan aset yang dimiliki bisa beralih kepemiliknya. Sebab itu, diperlukan pengetahuan yang mumpuni dalam mengelolanya.
Hal tersebut menjadi salah satu latarbelakang dari kegiatan Semiloka Advokasi Hukum dan HAM yang digagas oleh PGI, Sinode GBI, MPK, YKI, dan Yayasan Bina Darma, di Pondok Remaja PGI, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, 23-25 Juli 2019. Kegiatan tersebut telah dibuka secara resmi oleh Menteri Hukum dan HAM RI Dr. Yasonna H. Laoly, di Grha Oikoumene, Jakarta, Selasa (23/7).
Dalam sambutan pembuka, Sekum PGI Pdt. Gomar Gultom mengungkapkan, salah satu catatan penting yang kerap terjadi saat ini adalah banyaknya kasus internal gereja karena perebutan aset. “Masih banyak gereja-gereja yang ternyata tidak memiliki sertifikat atas aset-asetnya. Ini bukan hal mudah untuk diselesaikan. Kami baru saja melatih pimpinan gereja supaya bagaimana lembaga gereja kita bisa mendapatkan pengakuan dari negara sebagai lembaga yang bisa memiliki sertifikat hak milik. PGI sudah membentuk tim untuk mengurus hal-hal seperti ini,” jelasnya.
Pada kesempatan itu, Sekum PGI juga menegaskan pentingnya keberadaan Biro Hukum di gereja agar dapat membantu dalam menghadapi persoalan-persoalan hukum. Hal ini sesuai dengan salah satu arahan dalam PTPB PGI yang disepakati sejak Sidang Raya di Nias.
Sementara itu, keynote speakers Yasonna Laoly dalam paparannya bertajuk Pengelolaan Aset Lembaga Keagamaan Kristen Berdasar Perundang-undangan di Indonesia menegaskan, gereja sebagai organisasi dan lembaga-lembaga Kristen harus memahami dan memberi perhatian terhadap peraturan perundang-undangan yang ada, termasuk kaedah-kaedah hukum terkait pengelolaan aset, agar terhindar dari permasalahan hukum.
Menurutnya, bila dicermati pengelolaan gereja sebagai suatu kelembagaan atau organisasi gerejawi sebenarnya memiliki banyak kesempatan yang luas dalam pengelolaan aset. Hal itu dapat kita jumpai dengan gereja yang memiliki kegiatan di bidang ilmu pengetahuan seperti yayasan pendidikan atau pembelajaran non-formal, atau kegiatan lainnya. Di bidang sosial dapat juga dijumpai gereja yang memiliki panthi werdha. Semua kelembagaan gereja sebagai sebuah organisasi gerejawi harus memiliki peraturan atau ketetapan yang menjadi aturan main agar pelaksanaan kegiatan, keberlangsungan organisasi memiliki dasar atau mekanisme atau aturan main yang jelas dan kuat.
“Kalau ada hibah harus segera didaftarkan agar tidak terjadi persoalan dikemudian hari,” tandasnya.
Selain Yasonna, para peserta mendapat pembekalan melalui panel diskusi bersama narasumber, R.B. Agus Widjayanto,S.H., M.Hum dan Dr. Ronsen Purba (Peluang Lembaga Kristen dalam Pemanfaatan Program Percepatan Daerah). Dr. Aartje Tehupeiory, S.H., M.H dan Theofransus Litaay SH., LLM., Ph.D (Pengelolaan Aset Kelembagaan Kristen Perspektif Hukum Pertanahan, Telaah Kritis Kasus-Kasus Pertanahan di PTUN Ditinjau dari UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan).
Selain itu, Pdt. Dr. Henriette T. Hutabarat-Lebang, Dr. Bernard Nainggolan dan Marcelino R. Pandin, PhD (Pengelolaan Aset Kelembagaan Kristen dari Perspektif Teologis dan Perspektif Manajemen Bisnis). Prof. Dr. Anna Erilyana, SH, MH dan Dr. Daniel Yusmic P. FoEkh, SH, MH (Perlindungan Hukum Lembaga Keagamaan dari Perspektif UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan).
Pewarta: Markus Saragih