JAKARTA,PGI.OR.ID-Memperingati 20 tahun reformasi, sekaligus 20 tahun usia berdirinya Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), lembaga ini mengeluarkan siaran pers pada 31 Januari 2019.
Dalam siaran persnya Komnas Perempuan merekomendasikan kepada negara untuk, pertama, meningkatkan respon yang komprehensif terkait situasi dan konteks kekerasan terhadap perempuan dengan berbasis data dan fakta dalam setiap ranah baik pribadi maupun publik melalui: (a) Penyediaan regulasi yang melindungi dan menjawab kebutuhan pemenuhan hak korban, mengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, mengintegrasikan prinsip hak korban dalam pembahasan RUU Hukum Pidana, menerbitkan aturan pelaksana yang mengedepankan prinsip hak korban untuk optimalisasi pelaksanaan UU PKDRT dan UU PPMI;
(b) Mengintegrasikan perspektif hak korban dalam sistem peradilan pidana melalui penguatan mekanisme Sistem Peradilan Pidana Terpadu-Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP); (c) Mentransformasi kesadaran dan komitmen aparatus negara dan aparat penegak hukum melalui reformasi sistem pendidikan dan pelatihan yang mengintegrasikan HAM berbasis gender, dan terakhir; (d) Menerapkan kerangka uji cermat tuntas (due dilligence) dalam pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan; (e) Melakukan langkah-langkah sistematis untuk memperbaiki sistem layanan dengan menyusun program maupun penganggaran untuk perlindungan maupun pemulihan perempuan korban, termasuk di dalamnya adalah penguatan kelembagaan layanan yang memastikan keterlibatan multi pihak di dalam sistem pelaksanaannya.
Kedua, meneguhkan kembali HAM termasuk HAM perempuan sebagai spirit dan penopang dasar berbangsa, yang searas dengan spirit hak konstitusi: (a) Mengimplementasikan secara maksimal kebijakan yang sensitif gender dan kebijakan yang non-diskriminatif terhadap perempuan dengan memperkuat fungsi fasilitasi dan pembinaan hukum nasional dan daerah; (b) Mencabut dan memperbaiki kebijakan di tingkat nasional maupun daerah yang membatasi, mengontrol dan mendiskriminasi maupun mengkriminalisasi perempuan;
(c) Mencegah berulangnya kasus-kasus intoleransi berkekerasan dengan melakukan tindakan tegas terhadap para pelaku main hakim sendiri dan pelaku tindakan intoleran agar tidak menyuburkan impunitas; dan (d) Dialog kebangsaan multipihak di semua tingkatan kepemerintahan.
Ketiga, menghentikan pelaziman kekerasan, mengelola konflik dan menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu untuk mencegah keberulangan dengan: (a) Memenuhi hak kebenaran pemulihan dan keadilan bagi para korban konflik dan pelanggaran HAM masa lalu; (b) Mengenali dan mencegah radikalisme berkekerasan termasuk mencegah terorisme yang melibatkan atau berdampak pada perempuan;
Keempat, merawat HAM dan demokrasi dengan merawat gerakan sosial khususnya gerakan perempuan sebagai upaya memperkuat pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan serta menjaga pilar-pilar demokrasi, termasuk di dalamnya adalah: (a) Dukungan dan perlindungan kepada perempuan pembela HAM; (b) Menjalankan rekomendasi mekanisme HAM internasional sebagai bagian dari komitmen global pada hak asasi; (c) Perluasan ruang partisipasi publik dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan; (d) Dukungan penguatan gerakan perempuan melalui dukungan kelembagaan organisasi perempuan dan penguatan kapasitas bagi para pegiat HAM perempuan; (e) Pengakuan, perlindungan dan penghargaan perempuan pembela HAM, menghentikan kriminalisasi perjuangan perempuan pembela HAM, penghargaan atas kinerja dan perjuangannya dalam merawat dan menjaga demokrasi, termasuk kesehatan dan kesejahteraannya;
Kelima, membuat skema pembangunan yang menjamin daya tahan perempuan dan ruang hidupnya: (a) Pembangunan infrastruktur yang tidak menggusur dan memicu konflik sumberdaya alam dan konflik horisontal, khususnya pada masyarakat adat; (b) Memastikan akses penghidupan yang layak pada kelompok-kelompok rentan, khususnya perempuan korban kekerasan dan perempuan marginal;
Keenam, negara memastikan adanya penguatan dukungan kerja untuk lembaga HAM, termasuk Komnas Perempuan, baik dari segi status hukum, sumber daya dan infrastruktur yang memadai, termasuk sistem perlindungan dan keamanan jiwa selama melakukan kerja-kerja penghapusan kekerasan terhadap perempuan: (a) Membahas dan menetapkan perubahan Perpres No.65 tahun 2005 sebagai landasan hukum kelembagaan Komnas Perempuan; (b) Memperkuat kemandirian administratif Komnas Perempuan dalam skema lembaga non struktural dengan mengacu pada prinsip HAM dan Prinsip-prinsip Paris; (c) Peningkatan dukungan staf antara lain jumlah, status kepegawaian dan kesejahteraannya.
Pewarta: Markus Saragih
COPYRIGHT PGI 2019
Be the first to comment