Restorasi dan Konservasi Lahan Gambut Demi Keselamatan bagi Semua Ciptaan

JAKARTA,PGI.OR.ID – Konversi wilayah hutan di Indonesia yang berlangsung sejak tahun 90-an, untuk kebutuhan perkebunan, telah merusak hutan dan lahan gambut di mana hutan tersebut berdiri. Hal ini berdampak pada jatuhnya korban jiwa, kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan seperti sesak nafas (ISPA) dan bahkan keguguran. Hal ini mendapat perhatian PGI dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Badan Restorasi Gambut (BRG) pada 8-9 November 2018 di Hotel A-One, Menteng, Jakarta. Kegiatan ini diikuti oleh peserta dari PGI (diwakili oleh bidang KKC PGI dan Sekum PGI), BRG dan beberapa pendeta serta pelayan gereja dari Riau, Merauke dan Kalimantan Tengah.

Kegiatan FGD dilakukan dalam rangka restorasi dan konservasi lahan gambut mengingat keberadannya yang penting bagi lingkungan hidup. Lahan gambut terbentuk selama ribuan tahun dan berfungsi sebagai penampung air  sehingga bisa mencegah kekeringan, banjir dan membantu irigasi di area pertanian. Lahan gambut juga membantu menyimpan karbon, berperanan dalam mitigasi perubahan iklim dan menjaga keragaman hayati karena menjadi rumah bagi satwa langka seperti orangutan dan harimau.

Keberadaan Lahan gambut yang terbentuk organik membuatnya hampir seperti batu bara, tetap terbakar dari dalam meskipun di permukaan tampak normal.  Selain itu, apabila terbakar, ada 90 zat yang dikeluarkan ketika hutan gambut, 50 diantaranya adalah beracun.  Pada 2016, Indonesia mengalami kerugian sebesar 221 triliun rupiah akibat kebakaran hutan gambut, belum lagi kerusakan ekosistem.

Pada kegiatan FGD, Pdt. Jimmy Sormin, Sekretaris Eksekutif Badan Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan PGI, menyampaikan perspektif Kristen tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA). Menurutnya, kebutuhan untuk merawat dan mengelola SDA sering berbenturan dengan berbagai kepentingan, seperti kepentingan ekonomi.  Dibutuhkan perubahan mindset di mana manusia bukan menguasai alam, namun ada saling ketergantungan sehingga manusia bertanggungjawab untuk mengelola alam demi kelangsungan hidup seluruh ciptaan Tuhan. Collaborative action menjadi salah satu usaha alternatif yang perlu dilakukan untuk PSDA yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Pada kesempatan tersebut, Sekretaris Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom,  dengan mengingatkan gereja-gereja tidak hanya melihat keselamatan sebagai suatu hal yang terjadi di masa yang akan datang, tetapi Allah memberikan keselamatan itu saat ini.  Ketika manusia jatuh dalam dosa, tanah juga dikutuk (Kejadian 3). Ketika Yesus Kristus menebus manusia, Yesus juga menebus dunia dan isinya (Kolose).  Yesus juga menebus manusia dari keserakahan yang dijalankan melalui sistem kapitalisme, sistem yang ditentang melalui kesadaran spiritualitas keugaharian.  Keugaharian bukan hanya berarti kesederhanaan tetapi ia punya tiga dimensi, yaitu : (1) keberanian mengatakan “cukup”, (2) kesediaan berbagi, (3) berjuang untuk sistem yang adil.  Jelaslah gereja juga membawa Kabar Gembira berupa keselamatan bukan hanya secara rohani, tetapi juga mencakup keselamatan ciptaan di bumi.

Sementara DR. Ir. Suwignya Utama, MBA. dari BRG memberikan penjelasan mengenai lahan gambut dan pengelolaannya, termasuk manfaatnya bagi masyarakat.  Beliau berulang kali mengatakan bahwa pasti Allah memiliki maksud yang baik dengan menciptakan gambut. Semangat positif dan kritis seperti ini yang seharusnya dimiliki oleh para peserta yang mewakili pendeta, akedemisi, aktivis lingkungan hidup dan pengusaha perkebunan sawit.

Dari FGD ini, PGI dengan BRG menyepakati untuk menerbitkan buku khotbah dan panduan bagi para pendeta dan pengkhotbah gereja di daerah lahan gambut. Selain itu, disepakati juga serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesadaran ekologis, memampukan para pendeta dan pengkhotbah untuk menyampaikan pesan Injil yang menyelamatkan semesta dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

 

Pewarta: Samuel Hutagalung dan Jimmy Sormin

Editor: Beril Huliselan

COPYRIGHT © PGI 2018

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*