JAKARTA,PGI.OR.ID-Keragaman budaya maupun agama menjadi kekuatan dan peluang dalam persekutuan, pelayanan dan kesaksian yang menghadirkan perdamaian dan keadilan dalam kehidupan internal maupun eksternal bersama masyarakat. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) bekerja mendukung pemerintah Indonesia dalam rangka menghadirkan damai dengan menciptakan spiritualitas damai.
Hal tersebut ditegaskan Ketua Umum Majelis Sinode GPIB Pdt. Paulus Kariso Rumambi usai kegiatan seminar “Membangun Spiritualitas Damai yang Menciptakan Pendamai” yang diadakan dalam rangka HUT ke 70 GPIB, Rabu (7/11), di GPIB Immanuel Jakarta.
“Menciptakan spiritualitas damai bukanlah hal yang mudah, maka perlu disiplin terhadap 5 hal yaitu empati, bersedia terbuka, merendahkan hati, bertekun meski dalam penderitaan, dan tetap memiliki pengharapan,” ujarnya.
Lebih jauh dijelaskan, Membangun Spiritualitas Damai yang Menciptakan Pendamai merupakan tema tahunan GPIB (2018-2019). Tema tersebut dapat diartikan sebagai kekuatan atau Roh yang menjadi barometer hubungan pribadi dengan Sang Khalik dan sesama ciptaan, melahirkan manusia yang memiliki moralitas, etika, cara pandang dan hati yang baik serta mencerminkan sifat dan karakter yang baik dan benar.
Melalui proses transformasi, maka GPIB akan menjadi komunitas damai dengan spiritualitas damai melalui pelayanan dan kesaksian yang mendatangkan damai sejahtera di tengah dan bersama masyarakat dalam rangka menyongsong tahun politik dalam arak-arakan pembawa damai karena, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah (Matius 5:9).”
Rumambi menambahkan, tantangan terbesar dalam menghadirkan damai sejahtera sebenarnya justru datang dari agama yang disalahpahami, disalahartikan, tetapi juga dipolitisir. “Karena sekarang ini agama itu kalau diibaratkan sebuah kendaraan, dia BMW seri terbaru yang paling nyaman digunakan. Ini yang menjadi tantangan kita bersama sebenarnya,” tandasnya.
Sementara itu, Koordinator Seminar Pendeta Margie Ririhena – de Wanna, D.Th mengatakan, tujuan diadakan seminar yaitu mempertajam pemahaman warga GPIB tentang pentingnya membangun spiritualitas damai dari dalam dirinya yang berbasiskan nilai-nilai kekristenan dan kearifan lokal, membangun wawasan tentang bagaimana dan dengan cara seperti apa GPIB dapat merajut spiritulitas damai, bersama dengan lembaga-lembaga keumatan di Indonesia dan mendorong jemaat-jemaat GPIB bersama masyarakat secara internal maupun eksternal untuk menghidupi spiritualitas damai dalam keberagaman konteks khususnya menjelang Pemilihan Presiden di Indonesia tahun 2019.
Puncak perayaan HUT ke-70 GPIB telah dilaksanakan Ibadah Agung pada 31 Oktober 2018 di setiap Mupel GPIB. Rangkaian seminar termasuk di antara kegiatan utama termasuk juga “Konser Damai” yang akan dilaksanakan di Balai Sarbini di Jakarta pada Jumat 9 November 2018, “Expo Damai”, “Jalan Damai” dan beberapa kegiatan lainnya di sejumlah daerah.
Seluruh rangkaian kegiatan dalam rangka HUT ke 70 GPIB tidak hanya melibatkan dan diperuntukkan bagi jemaat saja, tetapi juga seluruh masyarakat dari berbagai latarbelakang, termasuk agama. Hal ini sebagai wujud kebersamaan. Selain itu juga berbagai kegiatan sosial di setiap wilayah, termasuk Palu.
GPIB adalah salah satu organisasi gereja protestan di Indonesia yang berdiri sejak 1948 dan tersebar di 26 provinsi di Indonesia dengan 323 jemaat, terbentang dari Sabang di Sumatera Utara (Barat) hingga Buton Sulawesi Tenggara (Timur) Nunukan di Kalimantan (Utara) hingga Cilacap di Jawa (Selatan). Sebaran wilayah pelayanan GPIB membuatnya berada di ibu kota Negara Indonesia hingga pelosok pedalaman termasuk di daerah-daerah perbatasan. Konteks pelayanan ini, membuat GPIB sarat akan pengalaman dengan keberagaman; suku, bahasa, ras, agama, budaya dan kekayaan sumber daya alam. (markus saragih)
Be the first to comment