SO’E,PGI.OR.ID-Untuk memperkuat kapasitas para pendeta memahami Undang-Undang Desa, Majelis Sinode GMIT bekerja sama dengan Yayasan Tanaona Lais Manekat (YTLM) dan Uniting World (lembaga misi dari Uniting Church of Australia) menggelar kegiatan Seminar dan Lokakarya Undang-Undang Desa, Senin, (17/9) pukul 08.00 wita bertempat di Hotel Timor Megah, So’e-TTS.
Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari, diikuti 50 pendeta dari 13 klasis di teritori TTS. Ketua Majelis Sinode (MS) GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon saat membuka kegiatan ini menjelaskan bahwa seminar dan lokakarya ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan nota kerja sama GMIT dengan Kementerian Desa pada bulan Oktober 2017 yang lalu. Melalui kegiatan ini diharapkan para pendeta yang melayani di desa memahami regulasi tentang dana desa sehingga mereka bisa terlibat aktif dalam pembangunan di desa mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengawasan dan pertanggungjawaban dana desa.
Sementara itu Kepala Dinas PMD Kabupaten TTS, George Mella, saat menyampaikan materi tentang dinamika pembangunan desa mengatakan saat ini uang yang dikelola setiap desa mencapai 2 Milyar setiap tahun. Ini jumlah yang cukup besar dalam mendongkrak pembangunan desa namun menurutnya salah satu problem utama pengelolaan dana desa khususnya di kabupaten TTS adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini nampak dari tingkat pendidikan perangkat desa dimana dari 266 kepala desa, 91% berijasah paket B dan C atau sederajat SMP, SMA dan hanya 9 % yang berijasah diploma atau sarjana. Sedangkan untuk sekretaris, 99 % berijazah paket B dan C atau sederajat SMP dan SMA. Dan hanya 1 % yang berijazah diploma/sarjana. Karena itu, peran para pendeta dalam pendampingan dana desa menurutnya sangat penting.
Selain Mella, pemateri lainnya adalah H. Yusuf murtiono (Dewan presidium Kebumen dan analis keuangan APBN) berbicara khusus tentang Undang-Undang Desa, Silvi Fanggidae (LSM Pikul) tentang Kerusakan dan Kelestarian Lingkungan Hidup Sebagai Tantangan Pembangunan di Desa, Helmi Ismau (Persatuan Tuna Daksa Kristiani NTT) tentang Konsep Dasar Disabilitas dan Pdt. Pao Ina Ngefak-Bara Pa tentang Peran Gereja Dalam Mencegah Perdagangan Orang.
Ditanyai tanggapan terkait sumbangsih kegiatan ini bagi peserta, Ketua Majelis Jemaat GMIT Imanuel Kesetnana Pdt. Benyamin Nara Lulu, M.Th mengaku seminar dan lokakarya ini sangat bermanfaat karena dua hal, pertama menambah pengetahuan dan kedua menjadi dasar dalam membangun kemitraan dengan kepala desa. “Tanpa pengetahuan tentang Undang-Undang Desa, kita pendeta mau omong apa dengan kepala desa. Kita hanya tahu kritik mereka tapi tidak ada dasar. Oleh karena itu dengan kegiatan ini selain kita mendapat pengetahuan, tetapi juga dalam bermitra dengan desa, kita menolong mereka,” katanya.
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, mantan Sekretaris MS GMIT periode 2011-2015 ini berencana pada bulan Oktober mendatang dalam pertemuan berkala dengan aparat desa akan menjadikan program dana desa sebagai salah satu agenda diskusi.Direktur Eksekutif Yayasan TLM Rozali Hussein mengaku senang dengan kemitraan antar lembaga dalam mendorong pemberdayaan jemaat. “Yayasan TLM berdiri tahun 1994 tapi baru hari ini, kita (YTLM dan MS GMIT red.) punya program yang sama. Kami sangat bersukacita dengan kerja sama ini. Kami sudah lama menunggu-nunggu apa yang bisa Yayasan TLM berikan bagi GMIT. Akhirnya Ibu Mery membuka kesempatan ini,” ungkap Rozali.
Usai kegiatan di teritori TTS, Ketua UPP Oikumene dan Kemitraan Pdt. Emile Hauteas selaku pelaksana kegiatan mengatakan seminar dan lokakarya yang sama akan dilaksanakan juga di teritori Alor pada 8-10 Oktober 2018 dan teritori Rote 5-7 November 2018 mendatang. (sinodegmit.or.id)
Be the first to comment