KLHK-PGI: Bersama Mewujudkan Kepedulian Terhadap Lingkungan dan Hutan

Pertemuan KLHK bersama MPH-PGI di lantai 2 Grha Oikoumene, Jakarta

JAKARTA,PGI.OR.ID-Persoalan lingkungan hidup dan kehutanan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sebab itu, diperlukan konsep pembinaan bersama, pemberdayaan, dan membangun kepedulian masyarakat terkait persoalan ini.

Hal tersebut ditegaskan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc, saat bertemu dengan MPH-PGI di Grha Oikoumene, Jakarta, Kamis (18/1). Pada kesempatan itu Menteri LHK didampingi Sekjen KLHK, Penasihat Senior KLHK Imam Prasojo, dan Sarwono Kusumaatmadja, serta beberapa staf.

Menteri LHK Siti Nurbaya (ketiga dari kanan) saat menyampaikan persoalan terkait likungan dan hutan

“Pemerintah dalam 2-3 tahun terakhir memang mengembangkan program-program pemberdayaan yang menurut Presiden Jokowi harus memberikan keadilan untuk perokonomian yaitu melalui program Perhutanan Sosial dan Reformasi Agraria, dalam rangka menciptakan keseimbangan. Sebab di waktu lalu alokasi kawasan hutan, perijinan dan lainnya tidak diberikan kepada masyarakat, tetapi kepada korporat. Sekarang dengan program Presiden Jokowi itu ada empat juta hektar lahan telah diredistribusi, dan 12, 7 juta hektar bisa diakses masyarakat. Ini akan mengangkat keseimbangan ekonomi yang lebih baik, dan juga untuk membangun produktifitas masyarakat,” jelasnya.

Pada kesempatan itu, PGI menayangkan video singkat mengenai advokasi PGI terhadap lingkungan hidup dan perjuangan masyarakat adat atas hak-haknya.  Usai menyaksikan video tersebut, Menteri LHK menuturkan pada 30 Desember 2016 pemerintah telah menyerahkan 5172 hektar lahan di Pandumaan Sipituhuta sesuai putusan tentang hutan adat.

“Lalu menyusul pada tanggal 23 Januari nanti KLHK akan berdiskusi dengan Pemda terkait sekitar 2 juta hektar tanah adat. Jadi kuncinya juga dari regulasi peraturan daerah dan SK kepala daerah. Maka pemerintah tidak bisa kerja sendiri perlu dibackup oleh kawan-kawan aktifis, pimpinan umat karena policy Presiden tentang hutan adat sudah jelas. Memang hambatan muncul dalam proses politik lokal. UU Kehutanan menyebutkan bahwa hutan bisa diserahkan kepada masyarakat jika sudah ada perdanya,” ujarnya.

Siti Nurbaya menyampaikan terimakasih atas kerjasama yang pernah dilakukan antara KLHK dengan PGI, dan berharap kerjasama itu dapat dikembangkan lagi. Juga apresiasi atas perjuangan yang telah dilakukan terkait lingkungan serta tanah adat, melalui program-program yang dijalankan PGI.

Bertukar cinderamata usai pertemuan

Dia juga menyinggung pencemaran sungai oleh sampah.  Sebab itu, lanjutnya, pada Februari 2018 KLHK mencanangkan Bulan Memperingati Sampah. Hal ini mengacu kepada peristiwa longsor sampah di TPU Leuwigajah, Bandung pada Februari 2005 yang menelan korban jiwa.

Sementara itu, dalam pertemuan ini Ketua Umum PGI Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang menegaskan bahwa banyak hal yang bisa disinergikan oleh KLHK dengan PGI terkait pelestarian lingkungan dan kehutanan. Hal ini sesuai dengan misi PGI yaitu mengembangkan persekutuan yang memperjuangkan keadilan, perdamaian, kesejahteraan dan keutuhan ciptaan.

Ketua Umum PGI menambahkan, membangun kepedulian terhadap lingkungan memang bukan perkara mudah, dan memerlukan waktu yang cukup panjang. Dia mencontohkan penggunaan air kemasan plastik yang telah digalakkan oleh PGI sejak 8 tahun lalu, juga memerlukan waktu yang panjang untuk membangun kesadaran akan hal tersebut. Meski demikian upaya itu harus tetap dilakukan.  Selain itu PGI juga memunculkan program Gereja Sahabat Alam. Lewat program ini gereja diajak untuk bersahabat dengan alam.  “Beberapa gereja telah menjalanakan program ini, dan kami memang mengharapkan pola pikir semacam ini terutama dimulai dari perlayanan anak,” tandasnya.

MPH-PGI, staf bersama seluruh jajaran KLHK foto bersama

Hal senada juga disampaikan Sekretaris Umum PGI Pdt.Gomar Gultom. Dijelaskan, salah satu kesepakatan dari program Gereja Sahabat Alam adalah menghentikan penggunaan air kemasan plastik.  Sehingga dalam persidangan, baik sidang raya maupun sidang tahunan PGI, tidak lagi menggunakan air kemasan. Meski awalnya sulit, namun hal itu telah menjalar ke gereja-gereja.

Terkait persoalan lingkungan dan kehutanan, Pdt. Gomar Gultom mengungkapkan, banyak masyarakat yang menjadi korban dari persoalan tersebut mendatangi PGI. Semisal masyarakat Romang, Lampung, komunitas masyarakat adat Batak, masyarakat Dayak, dan banyak lagi.

“Kami melihat hambatannya itu di DPRD dan pimpinan-pimpinan di kabupaten, yang memang political willnya belum sejalan dengan apa yang dicanangkan oleh Presiden dengan redistribusi tanah ini. Oleh sebab itu kami di sidang-sidang tahunan PGI dimana pimpinan gereja hadir, selalu menekankan supaya pimpinan gereja juga mengajak para anggota DPRD ini, yang adalah juga warga gerejanya, untuk memberi perhatian terkait persoalan ini supaya redstribusi tanah tidak terlalu lama diimplementasikan,” jelasnya.

Diakuinya, membangun kesadaran terhadap lingkungan dan hutan bukan pekerjaan mudah, dan mesti hadapi bersama-sama. Sebab kita berhadapan dengan warisan pemeritahan lama yang memberi peluang besar kepada korporasi. “Dan sekarang ketika pemerintahan baru ini pro rakyat kan tidak mudah menyelesaikannya, karena masing-masing punya kekuatan hukum. Jadi kekuatan hukum korporasi berhadapan dengan masyarakat adat. Kami rasa KLHK sudah berusaha untuk ini, dan kami berdoa Menteri LHK dan jajarannya tetap dalam semangat ini,” tandas Pdt. Gomar.

Pentingnya partisipasi masyarakat juga ditegaskan Imam Prasojo. Menurutnya organisasi masyarakat dan organisasi gereja bila bersama-sama mendorong umat akan menjadi satu kekuatan yang besar dalam rangka mewujudkan kesadaran terhadap pelestarian lingkungan dan hutan.  “Karena kelebihannya pendeta, dia tidak bisa dibantah ketika menyampaikan sesuatu. Sebab itu materi-materi tentang kesadaran lingkungan perlu dititipkan kepada pendeta-pendeta. Selain itu, pemahaman para pendeta tentunya perlu juga diupdate tentang apa yang sedang kita alami. Saya kira kita akan menjadi pasukan yang luar biasa,” katanya.

Diakhir pertemuan, PGI dan KLHK saling bertukar cinderamata. Ketum PGI menyerahkan beberapa buku terbitan PGI terkait persoalan lingkungan hidup dan hutan, seperti Kebijakan Gereja-gereja tentang Konflik Agraria dan Degradasi Lingkungan, Gereja Sahabat Alam, dan Modul Pelatihan bagi Pelayan Gereja dalam Pengelolaan Hutan Sosial.

Sementara Menteri LHK menyerahkan lempengan yang terbuat dari kayu, berisi jenis-jenis pohon yang ada di hutan Indonesia.

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*