
Jemaat Ahmadiyah Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta pemerintahan Jokowi memberikan tempat tinggal yang layak dan juga jaminan keamanan bagi Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang berada di Pengungsian Transito Mataram, NTB.
Salah satu anggota JAI NTB, Irma Nurmayanti mengatakan selama ini tidak ada bantuan yang diberikan pemerintah setempat terhadap mereka. Padahal selama 9 tahun mereka berada di tempat pengungsian dan mereka tidur di atas triplek dan memasak dalam satu tenda yang juga dipakai sebagai tempat tidur.
“Untuk tempat tinggal yang layak mungkin bagi rekan-rekan tim advokasi yang sudah pernah datang ke Transito, bagaimana tempat tinggal di sana itu disekat dengan triplek, tetapi itu sangat tidak nyaman dan tidak layak untuk tempat tinggal karena memang itu untuk satu keluarga,” jelas dia.
Ia mengatakan masalah keamanan masih menjadi problem. “Bayangkan saja, sudah sembilan tahun dimana anak-anak tinggal dengan orangtuanya dan orangtuanya melakukan hal-hal, yang memang anaknya tidak pantas satu kamar dengan orangtuanya seperti itu. Terus kedua masalah keamanan,” jelas dia.
Nurmayanti menambahkan jemaat berharap presiden mau mengunjungi mereka. Pasalnya, sedikitnya ada 9 kali penyerangan yang mereka alami di tempat pengungsian sejak 9 tahun diusir dari tempat tinggal mereka sendiri. Sementara, aparat kepolisian tidak memberikan bantuan keamanan bagi jemaat.
Sementara itu Tim Gabungan Investigasi untuk Pemulihan Hak Ahmadiyah NTB meminta Kepolisian setempat mencari pelaku utama distriminasi yang dilakukan kepada warga Ahmadiyah di sana, sebab penyelesaian kasus distriminasi di sana mandek.
Anggota Tim Gabungan Investigasi Ahmadiyah dari LPSK, Lili Pintauli Siregar mengatakan tim gabungan menemukan perlakuan diskriminasi terhadap warga Ahmadiyah NTB selama 9 tahun di tempat pengungsian. Mereka tidak mendapatkan jaminan perlindungan hukum serta tidak mendapatkan hak-haknya seperti hak untuk bersekolah serta tempat tinggal yang layak.
Tim gabungan itu terdiri dari LPSK, Ombutsman RI, Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Mereka memantau keadaan pengungsi sejak Juli 2013 di NTB secara langsung.
“Kami melihat bahwa permasalahan yang dialami jemaat Ahmadiyah ketidakjelasan status penyelesaian hukum atas laporan mereka terkait penyerangan, pengusiran, dan pengrusakan rumah dan harta benda mereka semua. Lalu kemudian yang lain adalah tidak adanya jaminan perlindungan atas ancaman dan intimidasi yang mereka alami,” paparnya.
Lili menambahkan tim dari LPSK telah berkoordinasi dengan Polda setempat untuk melakukan advokasi terhadap warga Ahmadiyah. (portalkbr.com/Foto: komhukum.com)
Be the first to comment