PGI – Jakarta. Merenungkan tema HUT ke-80 Gereja Kristen Pasundan (GKP) “ Merawat Kemajemukan, Menabur Persaudaraan”, sesungguhnya menyiratkan banyak hal dari dalamnya. Pertama, yang tersirat adalah betapa keberadaan GKP menyadari betul realitas yang melekat pada dirinya maupun yang berkembang di sekitarnya. Sebagai gereja yang hidup, tumbuh, berkembang dan berbuah di bumi Jawa Bagian Barat yang meliputi wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten, GKP meilhat, mendengar dan merasakan dengan inderanya ada keragaman dan kebersamaan, baik secara lahiriah maupun batiniah. Bahkan di balik itu, GKP juga menangkap dengan jelas beberapa signal ancaman yang lahir dari keragaman yang ada dan dari kebersamaan yang dimiliki. Ketidaksetujuan terhadap keragaman dan ketidaksukaan terhadap kebersamaan adalah sisi lain fenomena ancaman yang dapat ditangkap oleh GKP.
Kedua, yang tersirat adalah betapa tingginya semangat GKP mengajak setiap elemen Gereja, untuk mempertahankan keragaman sebagai anugrah Tuhan dan persaudaraan sebagai salah satu sendi kerukunan hidup bersama di dalam geraja maupun masyarakat. Semangat yang dimiliki GKP ini bukan sekedar menyatakan bahwa GKP adalah gereja yang hidup, tumbuh, berkembang dan berbuah. Akan tetapi hendak menunjukan jatidirinya,dan hendak menyatakan komitmen peran sertanya dalam konteks membangun hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang kondusif. Dengan semangat ini jugalah, GKP tengah menyatakan dirinya sebagai bagian integral dari masyarakat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang memiliki hak dan kewajiban sama sebagai warga negara.
Ketiga, yang tersirat adalah betapa konsistennya GKP terhadap tanggung jawab sosial yang dimilikinya. Kemajemukan dan persaudaraan sebagai realitas internal GKP ataupun kenyataan yang ada di tengah masyarakat adalah hal yang tidak dapat dipungkiri eksistensinya yang harus pertahankan. Bahkan keragaman dan persaudaraan sebagai realitas yang begitu dekat dengan GKP, tidak hanya disadari akan berdampak positif, akan tetapi sangat mungkin menimbulkan ekses-ekses yang negatif, baik bagi Gereja sendiri maupun kehidupan masyarakat yang harus terus direspons dengan baik. Karena itu, GKP sebagai bagian integral masyarakat, melalui tema HUT Ke-80 yang dicanangkannya,sangat jelas terlihat bahwa dalam konteks kemajemukan dan persaudaraan, GKP memiliki tanggung jawab yang besar baik secara gerejawi maupun secara sosial. Untuk itulah, konsistensi diri GKP untuk merawat kemajemukan, menabur persaudaraan adalah bentuk lain dari refleksi batiniah yang berkorelasi langsung dengantanggung jawab sosialnya.
Keempat, yang tersirat dari tema HUT Ke-80 GKP adalah bahwa dari dalam tema itu ada upaya mengingatkan pesan panggilan yang harus dilaksanakan untuk dan oleh semua bagian GKP di berbagai aras. Pesan panggilan tema ini berwujud permintaan agar setiap warga GKP dapat melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupan bersama dan sesama. Perwujudannya tentu tidak hanyadi kalangan internal, tetapi harus terdistribusi secara meluas ke lingkungan eksternal GKP, dalam aras jemaat, klasis dan sinode. Bentuk-bentuk yang diejawantahkan setidaknya berupa pemikiran, sikap atau tindakan atau sekaligus ketiganya. Dan semua yang diejawatahkan itu, secara substansial bertolak dari kebutuhan hidup bersama dan berbasis pada kesadaran untuk menjaga kemajemukan dan menumbuhkan persaudaraan.
Berimplikasi Ke Masa Depan
Kesadaran GKP terhadap adanya ancaman atas kemajemukan dan persaudaraan, adanya semangat GKP untuk menjaga kemajemukan dan menumbuhkan persaudaraan, adanya konsistensi diri terhadap tanggung jawab sosial serta adanya keinginan yang kuat untuk memberikan manfaat bagi kehidupan bersama, tentu semuanya itu bukan pekerjaan sesaat yang dipersiapkanhanya untuk momen ulang tahun.
GKP juga menyadari, bahwa faktor kesadaran, semangat, konsistensi dan keinginan yang kuat untuk berbuat baik yang sejalan dengan substansi panggilan Gereja dan sesuai dengan nilai-nilai kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan, adalah sebuah keharusan yang berkesinambungan yang tidak saja akan berdampak untuk masa kini, tetapi berimplikasi ke masa depan. Jadi, dengan kesadaran tersebut,sesungguhnya GKP hendak menyampaikan pesan kepada segenap bagiannya bahwa situasi dan kondisi masa kini yang ada di GKP dan apa yang dilakukan sekarang oleh GKP, akan menjadi gambaran sederahana bagi masa depan GKP.
Atas dasar pemahaman ini, makna tema “merawat kemajemukan, menabur persaudaraan” menjadi bernilai bagi perjalanan GKP ke depan. Pertanyaannya, kenapa bernilai ? Karena makna tema HUT Ke-80 GKP ini mendeskripsikan dan merefleksikan pesan yang berakar dari pemikiran, sikap dan tindakan yang akan serta harus dilakukan GKP, terutama hal-hal nyata yang memang ada di sekitar kehidupan GKP yakni masalah kemajemukan dan persaudaraan yang perlu dipelihara, dijaga dan terus dikembangkan.
Persoalannya sekarang, mampukah GKP merealisasi kesadaran, semangat, konsistensi dan keinginan yang kuat untuk melakukan yang terbaik bagi kehidupan ini ? Jawabnya bisa ya, bisa juga tidak. Artinya, Jika GKP memiliki kemauandiri yang kuat, tentu ia mampu melakukannya. Tapi sebaliknya, jika GKP tidak memiliki kemauan untuk itu, sepertinya tak ada jaminan yang pasti kalau GKP mampu melakukannya. Terlepas dari kemungkinan-kemungkinan tersebut, yang jelas penetapan tema HUT Ke-80 GKP dengan rumusan ”Merawat Kemajemukan, Menabur Persaudaraan” memiliki konsekuensi praktis bagi segenap bagian GKP. Bersama kandungan makna tema tersebut, GKP juga ditantang untuk menjadi Gereja yang realistis. Selamat Ulang Tahun GKP 14 November 1934 – 14 November 2014, Selamat berpikir, bersikap dan bertindak. Tuhan memberkati. **
Penulis adalah Ketua Bidang Daya Majelis Sinode Gereja Pasundan
Be the first to comment