200 Tahun Mission 21: Pengharapan Tanpa Batas

Pendeta Henriette Lebang bersama peserta dari gereja-gereja di Indonesia.

BASEL, PGI.OR.ID – Lembaga Basel Mission (BM), adalah sebuah lembaga penginjilan gereja Protestan di Jerman dan Swiss yang didirikan pada tahun 1815, lembaga ini belakangan dikenal dengan nama Mission 21 (M21). M21 berkantor pusat di Basel, pada tahun ini merayakan ulang tahunnya yang ke-200 pada tanggal 8 -14 Juni 2015.

Rangkaian acara “Jubilee Celebration” ini diawali dengan Pertemuan Pemuda dan Perempuan, Pertemuan Eropa, Sinode Basel Mission dan berpuncak pada Resepsi pada tanggal 13 Juni malam, dan Ibadah syukur pada hari Minggu 14 Juni bertempat di gereja Munster, sebuah gereja tua yang dibangun pada abad ke-13, terletak di tengah kota Basel.

Di samping peserta yang menghadiri Sinode M21, pada malam resepsi tanggal 13 Juni juga hadir para pimpinan gereja pendukung BM, pimpinan persekutuan gereja protestan di Swiss dan pimpinan gereja dan lembaga mitra M21, maupun wakil pemerintah kota Basel dan pemerintah Swiss. Hadir pula dalam kesempatan tersebut tamu-tamu khusus, antara lain Duta Besar Indonesia untuk Swiss, Ms. Linggawaty Hakim, serta wakil pemerintah Ghana, yakni: Menteri Hukum Republik Ghana dan Duta Besar Ghana untuk Swiss. Selain itu, hadir pula wakil-wakil dari lembaga kerjasama lainnya, misalnya Evangelical Mission in Solidarity (EMS) dari Stuttgart dan United Evangelical Mission (UEM) dari Wuppertal.

Tema perayaan ini, “200 Years – Hope unlimited” atau “200 Tahun – Pengharapan Tanpa Batas” dengan logo burung sankofa yang merupakan symbol unik suku Akan di Ghana (san, artinya menoleh ke belakang; ko – berjalan ke depan; dan fa artinya mencari atau mengangkat). Logo tersebut yang berupa seekor burung yang menoleh ke belakang mengambil telurnya dari dalam bulu-bulunya, mencerminkan sebuah pepatah suku Akan yang kira-kira terjemahannya demikian: “Tidaklah salah melihat ke belakang untuk mengangkat hal-hal yang terlupakan.”

Sementara BM atau M21 bersama mitra-mitranya bertekad melangkah terus kedepan, terasa kebutuhan melihat ke belakang untuk menemukan potensi-potensi yang terlupakan serta kesempatan-kesempatan yang tak terwujudkan dalam perjalanan BM pada masa lampau, dan mengangkatnya ke masa depan secara kritis dan bersahabat, sehingga dapat menjadi sumber pengetahuan dan kearifan bagi BM dalam melanjutkan perjalanan pelayanannya.

Pada tanggal 13 Juni, buku: “Basel Mission: People, History, Perspectives 1918 – 2015 di luncurkan dengan editor Ms. Christine Christ-von Wedel dan Mr. Thomas K. Kuhn. Buku tersebut diterbitkan sebagai buku peringatan yang memuat cerita-cerita dari sejumlah peristiwa dan pelaku sejarah yang telah ikut membentuk BM, dalam keyakinan akan pentingnya memelihara memories bukan sebagai abu yang mati, tetapi ingatan yang hidup dapat mendorong semangat dalam pelayanan sekarang dan masa yang akan datang.

Dalam kesempatan Sidang Eropa Kontinental, pokok yang disoroti adalah “Masa Depan Gereja-gereja dan Agama-agama” dengan narasumber Prof. Dr. Georg Schmid. Ketua Umum PGI, Pdt Henriette H. Lebang yang diundang hadir dalam acara yang bersejarah ini, diminta memberi tanggapan dari perspektif pengalaman gereja-gereja di Indonesia.

Dalam rangkaian peringatan M21 ini juga diadakan Malam Asia yang diselenggarakan pada tanggal 10 Juni dengan mengankat isu di seputar migrant workers and human trafficking menjadi pokok pembahasan.

Pendeta Henriette Lebang bersama peserta dari gereja-gereja di Indonesia.
Pendeta Henriette Lebang bersama peserta dari gereja-gereja di Indonesia.

Di Indonesia, BM mempunyai hubungan yang historis dengan Gereja Kalimantan Evangelis (GKE). Sejak tahun 1920 Basel Mission bekerja di kalangan suku Dayak di Kalimantan, melanjutkan pekerjaan zending Rheinische Missionsgezelschaft zu Barmen (RMG) yang sudah dimulai sejak tahun 1835. Sebagai bagian dari persiapan gereja yang mandiri, pada tahun 1932 didirikanlah sekolah teologi di Banjarmasin, sementara Gereja Dayak Evangelis (GDE) terbentuk pada tahun 1935. Dalam semangat kesadaran oikoumenis bahwa GDE tidak terbatas hanya melayani suku Dayak, maka pada tahun 1950, ketika Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) berdiri, GDE berubah nama menjadi Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) dan menjadi salah satu gereja pendiri DGI/PGI.

Dalam perkembangan selanjutnya, Basel Mission, yang kemudian juga dikenal dengan nama Mission 21, bermitra dengan beberapa gereja dan lembaga oikoumenis di Indonesia, antara lain: Gereja Kristen Pemancar Injil (GKPI) yang berpusat di Tarakan, Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM), Gereja Kristen Pasundan (GKP), Gereja Kristen Indonesia di Tanah Papua (GKI-TP), Sinode Am Gereja-gereja Sulawesi Utara dan Tengah (SAG Sulutteng), dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).