20 Juta Penduduk Afrika Terancam Mati Kelaparan

AFSEL,PGI.OR.ID-Coba bayangkan, engkau mendengar bahwa teroris sudah menduduki kotamu. Kau tidak dapat makan dan tidur. Kau juga tidak berani bertahan di kotamu atau mengungsi. Akhirnya, engkau mendengar bahwa gereja sudah dibakar. Kau mengumpulkan sanak keluargamu dan lari kocar-kacir. Kau berdoa semoga teroris tidak menangkapmu.

Setelah beberapa hari yang melelahkan, kau dan keluargamu tiba di tenda pengungsi dan mengantri mendapatkan makanan. Ketika sudah tiba di depan, petugas berkata, “Makanan ini bukan untuk Kristen.” Pengungsi Kristen juga dilarang berkebaktian. Bagi para Kristen di Provinsi Borno di Nigeria, kisah ini sudah menjadi kenyataan sejak tahun 2009, ketika pasukan Boko Haram menjadi malapetaka perang.

Kesengsaraan di Afrika sepertinya tiada akhir. Sejak kelaparan di Ethiopia beberapa puluh tahun lalu, hingga kekacauan terakhir ini di Sudan. Berita Afrika di media massa cenderung memilukan. Faktanya, Afrika menghadapi kelaparan panjang: kelaparan memanjang dari Somalia, Sudan Selatan, hingga Nigeria, dimana 20 juta orang terancam kelaparan.

Menurut Open Doors USA, sekitar 184 anak-anak meninggal setiap harinya di Nigeria akibat kekurangan gizi. Kisah sedihnya, kelaparan bukan karena alam, tetapi ulah manusia. Kelaparan diakibatkan oleh kekacauan, perang, kebangkrutan ekonomi, dan diskriminasi.

Fakta menyakitkan adalah Afrika dipadati Kristen. Jumlah penduduk Kristen telah meningkat dari 9 persen di tahun 1900-an menjadi sekitar 50 persen saat ini, termasuk dua pertiga dari Sub Sahara. Kita perlu menyerukan ke semua pemeluk agama, baik Islam maupun Kristen, untuk menolong Afrika.

Salah satu kelaparan terparah yang dapat terpantau adalah si Sudan Selatan, dimana 5 juta orang kelaparan dan terancam kematian. PBB memperkirakan sekitar 100 ribu orang kelaparan parah dan 5 juta orang terbatas mendapatkan makanan atau 42 persen dari populasi penduduk. PBB menegaskan, selain Sudan, kelaparan juga meluas di Nigeria, Somalia, dan Yaman, dimana kematian massal terjadi akibat kelangkaan makanan dan air.

Sekali lagi, kelaparan bukan akibat kemarau panjang atau gagal panen, tetapi diakibatkan oleh peperangan. “Kelaparan ini sepenuhnya ulah manusia, jadi sebenarnya kita dapat menghentikannya,” ujar Michael Bowers dari Mercy Corps. Sebagai contoh, di Nigeria, Boko Haram telah memaksa jutaan orang mengungsi, termasuk petani. Sistem pertanian negara tersebut telah hancur oleh peperangan.

PBB memperkirakan sekitar 4,8 juta orang membutuhkan bantuan pangan. Di Somalia, sekitar 6 juta orang butuh pangan. Namun, kelompok militan Islam al-Shabaab menghalangi bantuan makanan. Di Yaman, 7 juta orang butuh pangan, tetapi peperangan antara pemerintah dan pemberontak Huti telah menghentikan pengapalan makanan.

“Perang dan kelaparan merupakan dua bahaya dalam hidup kami saat ini, karena mereka membunuh anak-anak kami di peperangan dan kelaparan juga ikut membunuh kami,” ratap Rout Machar, seorang penduduk Sudan Selatan. (Esrom)